JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite (RON 90) tidak berubah dan masih sesuai dengan aturan pemerintah. Hal itu sekaligus menjawab tudingan Pertalite lebih boros.
“Pertalite yang dipasarkan melalui lembaga penyalur resmi di Indonesia sesuai dengan Keputusan Dirjen Migas Nomor 0486.K/10/DJM.S/2017 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 90 yang dipasarkan di dalam negeri,” kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting dikutip dari Antara, Sabtu (24/9/2022).
Ia menjelaskan hasil uji Reid Vapour Pressure (RVP) dari Pertalite yang disalurkan dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina masih dalam batasan yang diizinkan, yaitu dalam rentang 45-69 kPa (Kilopascal).
Terkait pernyataan Irto Ginting, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman mengungkapkan, RVP itu merupakan metode untuk mengukur tekanan uap dari benda cair. Selain itu RVP hanya indikator adanya fraksi ringan dalam bahan bakar minyak (BBM), mana bisa untuk menentukan benar nilai oktan itu 90.
“Pertanyaannya dimana kita bisa mengkolerasikan hasil RVP dengan oktan Ron 90 atau Ron 89 terhadap BBM tersebut?,” kata Yusri, Senin (26/9/2022) malam.
Yusri membeberkan, saat ini publik juga tidak diberi tahu oleh Pertamina bagaimana kontrol kualitas BBM dari SPBU ke konsumen bisa dipastikan on spec.
“Anggaplah dari Kilang ke tangker kemudian ke depo BBM dan ke SPBU kualitas BBM masih sesuai spesifikasi, tapi bagaimana kontrol kualitas BBM dari SPBU ke konsumen?, ini yang harus dijamin oleh Pertamina” ungkap Yusri.
Lebih lanjut Yusri mengutarakan, Pertamina terkesan menganggap enteng keluhan dan suara konsumen tentang kualitas BBM yang menurut mereka lebih buruk setelah kenaikan harga jual Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter.
“Harusnya Pertamina mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disaksikan pihak independen untuk menguji BBM dari beberapa SPBU, hasilnya mereka yang lebih pas menjawab daripada Pertamina, di tengah sentimen negatif publik terhadap Pertamina akibat kenaikan harga Pertalite,” kata Yusri.
Jika hanya Pertamina yang mengklaim sepihak, menurut Yusri masyarakat tidak mudah percaya keterangan Pertamina yang dianggap hanya membela diri saja.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alvian Nasution menjawab permintaan informasi CERI, Senin (26/9/2022), menyatakan Pertamina sudah menjawab keraguan publik tentang kualitas Pertalite di berbagai media.
Tak hanya itu, Alvian kepada CERI juga mengatakan pihaknya sudah melakukan pengecekan laboratorium terhadap Pertalite. Alvian menegaskan, tidak mungkin perusahaan sekelas Pertamina bermain dengan speksifikasi atau kualitas produk.
Namun faktanya kata Yusri, sejak kemaren Irto Ginting sebagai Corsec Pertamina Patra Niaga berjanji akan memperjelaskan apakah metode RVP itu benar bisa menjamin kualitas Pertalite, terbukti hingga Selasa siang dia tak memberikan jawaban apapun yang tidak bisa dia jawab sebelumnnya.
Namun, ketika dikutip dari ejournal.sumselprov.go.id, Research Octane Number (RON) atau angka oktan riset merupakan angka oktan sebuah bahan bakar untuk mesin menggunakan busi, yang diperoleh dari perbandingan intensitas ketukan dengan campuran bahan bakar acuan ketika keduanya diuji dalam mesin Cooperative Fuel Research (CFR).
Terkait RVP, Yusri Usman mengatakan, bagaimana bisa cara yang dikatakan Corsec PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting tersebut bisa menjadi acuan mengukur kualitas Pertalite.
“Kita sesalkan pernyataan Pertamina yang tujuannya untuk meyakinkan konsumen bahwa Pertalite Ron 90 itu on spec dengan cara yang salah, yaitu dengan menggunakan metode RVP yang tidak bisa menjawab keraguan atas kualitas BBM itu apakah on spec atau tidak,” kata Yusri.
Harusnya, lanjut Yusri, Pertamina membuka diri dan menantang para pihak yang mungkin bisa diwakili oleh lembaga yang kredibel untuk melakukan sampling BBM agar bisa diuji di laboratorium independen yang memikili alat CFR, dengan merahasiakan jenis BBM yang di analiasa agar hasilnya akuntabel.
“Itu uang kecil untuk membalikan kepercayaan publil ke Pertamina, tak sedebu uang konsumen yang telah dinikmati oleh Pertamina dari margin 10 persen dengan tambahan Konstanta BBM sebesar Rp 1.800 perliter, sehari bisa sekitar 150.000 KL BBM Pertamina terjual, coba hitung berapa pendapatan Pertamina perharinya” tukas Yusri.
Yusri mengingatkan Pertamina agar tidak arogan sebagai BUMN yang diberikan hak monopoli pengadaan dan pendistribusian BBM di seluruh tanah air, karena di beberapa tempat ada SPBU swasta malah memperlihatkan Pertamina kalah efisien dalam hal keekonomian harga BBM.
“Tampaknya tidak hanya di Hilir Pertamina yang diragukan penjelasannya, yaitu oleh Pertamina Patra Niaga dan Kilang Pertamina, ternyata di Pertamina Hulu Energi juga sama saja diduga telah terjadi proses bisnis yang tidak efisien,” ungkap Yusri.
Sehingga, sambung Yusri, pergantian Dirut Subholding Upstream PT PHE dari Budiman Parhusip ke Wiko Migantoro oleh Holding Pertamina Selasa (27/9/2022), ia tak yakin juga apakah sektor hulu Pertamina akan semakin baik, memang perlu waktu untuk pembuktiannya.
Terpisah, dilansir beberapa media, Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis RON 90 atau Pertalite, publik mengeluhkan bensin berwarna hijau itu semakin mahal makin boros.
Diketahui, saat ini harga Pertalite telah naik menjadi Rp10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650.
Namun dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, publik justru merasa Pertalite makin boros dan kualitasnya menurun. Bahkan, beredar foto perbandingan Pertalite lama dan baru.
Foto perbandingan Pertalite lama dan baru itu beredar di sejumlah media sosial yakni grup Facebook Motuba, akun Twitter @Askrlfess, dan akun Instagram @memomedsos.(*)