PUBLIK tak perlu heran atas keberhasilan kerjasama Pusat Rekayasa Katalis ITB (PKR ITB) dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menghasilkan bensin sawit (bensa) ron 115 dari bahan baku Industri Vegetabel Oil (IVO) karena sebelumnya ITB dengan Pertamina di tahun 2019 sudah memproduksi green diesel D100 dengan katalis merah putih dari bahan Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) di Kilang Dumai.
Diketahui, Pertamina dengan ITB sudah bisa membuat green avtur J2,4 di Kilang Cilacap dan berhasil diuji coba pada pesawat N235 milik PT Dirgantara. Dirut Pertamina Nicke saat itu sesumbar hanya Pertamina di dunia yang berhasil menguji coba green gasoline, dan Pertamina akan membangun standalone Biorefinery di kilang Dumai, Plaju dan kilang Cilacap (media Kontan 28/7/2020).
Namun setelah itu hingga saat ini tidak diketahui mengapa belum diproduksi untuk komersial, karena dicurigai terbentur dari sisi keekonomiannya disebabkan masih menggunakan bahan baku turunan dari CPO berupa RBDPO untuk green diesel dan Refined, Bleached and Deodorized Palm Kernel Oil (RDPKO) untuk green avtur.
Apalagi di saat harga eceran minyak goreng berbasis CPO saat ini berkisar Rp 20.000 perliter meskipun kita sebagai negara produsen terbesar CPO didunia.
Oleh sebab itu, jika Bensa dan biodiesel masih menggunakan bahan baku IVO dan FAME yang berasal dari CPO, maka dapat dipastikan tidak akan ekonomis, pasti dibutuhkan subsidi yang cukup besar, artinya tidak menjawab persoalan mendasar dalam menghadapi transisi energi terbarukan yang ramah lingkungan terhadap energi fosil.
Selain itu, sekarang kita belum melihat tim ITB mencoba dengan pilihan teknologi lainnya yang bisa menggunakan bahan baku murah untuk menjadi synthetic diesel oil B100 Euro 5.
Seperti yang telah dibuat oleh DR Cristian Koch Aphakat GMBH Jerman. Produknya bisa dijual dengan harga Rp 8.000 per liter di SPBU tanpa subsidi dan tidak mengganggu ketahanan pangan, karena tingginya harga minyak goreng dan penggunaan CPO untuk bahan bakar akan mengakibatkan perluasan kebun sawit semakin tidak terkendali dengan menghabiskan lahan hutan sebagai paru-paru dunia.
Pada prinsipnya semua bahan baku yang mengandung karbon bisa diubah jadi synthetic diesel oil, antara lain bisa dari lowrank coal, plastik bekas, kertas bekas, kayu limbah hutan, limbah perkebunan dan limbah pertanian.
Kemudian bisa juga dari ban bekas, minyak goreng bekas, oli bekas, minyak sawit asam tinggi atau langsung dari tandan buah segar (TBS) 1.2 kg akan menjadi 1 liter B100, sehingga tidak perlu TBS diubah dulu jadi CPO untuk bahan baku Fame dan Bensa.
Alternatif green energy seharusnya menggunakan bahan baku yang murah dan melimpah, yaitu dari minyak rumput laut bisa sangat murah, karena produksinya sangat tinggi di bandingkan sawit.
Perbandingan produksinya, minyak rumput laut 23 ton per hektare per tahun. Dibandingkan dengan CPO hanya 3.5 – 6 ton per hektare per tahun.
Lagi pula kita punya pantai yang panjang, penggunaan minyak rumput laut selain sangat murah akan meningkatkan pendapatan keluarga nelayan sepanjang pantai bila di produksi untuk B100.***
Medan, 29 Januari 2022
Riza Mutyara
Praktisi Industri Sawit dan Tambang