Pernyataan Luhut Mengkritisi Tuntutan Copot Gibran Adalah Ancaman Terhadap Budi Pekerti dan Demokrasi

oleh

ETIKA berkomunikasi lagi-lagi tercabik-cabik, oleh pernyataan Luhut Binsar Panjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, dengan menggunakan diksi yang tidak dikenal dalam budaya bangsa Indonesia. Luhut antara lain menggunakan kata “kampungan” dan mengeluarkan kalimat “kau jangan tinggal di Indonesia”, bahkan mengatakan inkonstitusional, terhadap para purnawirawan TNI yang menyampaikan petisi pencopotan Gibran sebagai wakil presiden.

 

Pasalnya pernyataan Luhut, ditujukan kepada para seniornya dan para tokoh bangsa serta para penyandang bintang empat yang didapat dari penugasan bukan jenderal kehormatan. Tentunya pernyataan Luhut sangat melanggar nilai budi pekerti hasil oleh rasa para leluhur bangsa ini.

Dalam konteks politik, pernyataan Luhut yang mengandung ancaman, sangat kontradiksi dengan semangat reformasi yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Inilah bentuk pembrangusan terhadap perbedaan pendapat maupun kritik terhadap kebijakan pemerintah.

 

Jika mencermati petisi purnawirawan TNI yang berisi 8 tuntutan, di antaranya pada nomor urut 8 berisi, “Mengusulkan pergantian wakil presiden kepada MPR, karena keputusan MK pada pasal 169 huruf Q Undang Undang Pemilu, telah melanggar hukum acara MK dan undang undang kekuasaan kehakiman”, dari sudut pandang hukum dan etika tidak ada yang dilanggar, tuntutan tersebut sebagai bentuk kritik rakyat atas terjadinya ketidakadilan yang dilakukan oleh institusi hukum, dalam pencalonan Gibran sebagai wakil presiden.

 

Justru yang menjadi pertanyaan publik, adalah sikap reaktif pihak tertentu di antaranya Luhut yang mengeluarkan pernyataan konfrontatif dan tidak menunjukan keteladanan sebagai seorang pejabat negara, terhadap tuntutan purnawirawan TNI yang memiliki alasan logis berdasarkan pendekatan hukum.

Bentuk pernyataan yang bernada serangan terhadap tokoh bangsa, tampaknya telah diadopsi oleh generasi muda sebagai pendidikan budi pekerti yang ngawur. Fenomena tayangan pernyataan kasar terhadap para tokoh bangsa, menjadi tontonan keseharian di berbagai platform media social. Inilah ciri-ciri bangsa yang terjerumus pada gagal budaya.***

Sri Radjasa MBA

Pemerhati Intelijen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.