Proses Hukum Abal-abal Kasus Pagar Laut Ilegal, Waspadai Memicu Perlawanan People Power

oleh
Kepala Desa Kohod, Arsin.

KETIKA para pejabat, anggota dewan dan penegak hukum, tanpa rasa risih mengatakan “ini negara hukum”, kemudian rakyat kecil bingung sambil menggerutu “memangnya ada hukum di negara ini..?”. Itulah realita yang dihadapi rakyat kecil, tidak ada lagi kepercayaan terhadap aparat penegak hukum. 

Keadilan dan kebenaran berpihak kepada mereka yang mampu membayar. Negara ternyata kalah dengan para pemilik modal, oligarki dan taipan, akibat penegak hukum termasuk jajaran hakim mata duitan. Harkat martabat penegak hukum, telah terinjak di bawah telapak kaki para cukong. Bukti paling anyar dan ada di depan mata rakyat, adalah penegakan hukum abal-abal, terhadap kasus pagar laut illegal, berdasarkan bukti-bukti, diduga melibatkan unsur pemerintah dari tingkat desa hingga pusat.

Hasil temuan di lapangan dan sumber media, Lurah Kohod Arsin yang ditahan di Bareskrim Polri, ternyata tidak layaknya tahanan yang berada di dalam jeruji besi, Arsin bisa berkeliaran di sekitar Bareskrim sambil ngopi. Wajah Arsin tampak ceria, tidak menunjukan tanda-tanda ditahan. Sementara Lurah Ketapang H Umam, didapat informasi masih melakukan kegiatan pemasangan pagar laut di Desa Ketapang Kecamatan Mauk. 

Hasil pantauan Ormas Banten, pagar laut illegal masih terpasang di 5 desa di antaranya, Desa Pagedangan Ilir, Kronjo, Ketapang, Lontar dan Karang Anyar. Inilah ironi penegakan hukum yang sangat mencederai rasa keadilan rakyat kecil. Ternyata negara secara sistematik telah melakukan pembodohan terhadap rakyat, agar mudah dirampok haknya atas nama hukum abal-abal.

Sulit diterima oleh akal sehat, ketika penanganan hukum kasus pagar laut illegal di Tangerang, tidak mampu menjerat para pejabat daerah dan pusat serta para cukong yang telah melakukan pemufakatan jahat merampas tanah rakyat Banten. Apa jadinya ketika aparat hukum yang dibiayai oleh rakyat, tapi tidak punya nyali di depan Ali Hanafi sang algojo Aguan, mengomandoi perampasan tanah rakyat. 

Berdasarkan keterangan kalangan tokoh Banten, kali ini tuntutan rakyat banten tidak sekedar minta keadilan atas tanahnya yang telah dirampas oleh kekuasaan dan cukong, tetapi Aguan dan antek-anteknya harus keluar dari seluruh wilayah Banten, adalah harga mati. 

Kepada presiden Prabowo, hendaknya mendengarkan kekecewaan rakyat Banten atas penegakan hukum abal-abal, karena kemarahan rakyat Banten dapat memicu konflik yang lebih luas dan beraroma SARA. Cobalah bercermin dari sejarah Banten yang berdarah-darah oleh konflik berlatar belakang SARA, akibat arogansi dan ketamakan kalangan etnis pendatang.***

Sri Radjasa MBA

Pemerhati Intelijen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.