JAKARTA – Dua mantan Direksi BUMD Migas di Riau malah didakwa melakukan tindak pidana penggelapan lantaran menjalankan rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau.
Padahal, hasil audit BPKP tanggal 30 Desember 2014 telah menyatakan kesepakatan bersama antara PT Sarana Pembangunan Riau dan Kingswood Capital Ltd tanggal 18 April 2010 tidak seimbang antara kedua pihak dan terindikasi merugikan keuangan negara.
Menurut BPKP Provinsi Riau, nilai kerugian negara akibat Kesepakatan Bersama antara PT SPR dengan Kingswood Capital Ltd sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 mencapai sekitar USD 7,4 juta.
Sejak adanya hasil audit BPKP Provinsi Riau itu, Direksi PT SPR Langgak yang kala itu masih dijabat Rahman Akil, menghentikan pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd. Kebijakan itu pun dilanjutkan oleh Direktur Utama PT SPR Langgak setelahnya, inisial IF, hingga saat ini.
Penghentian pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd oleh PT SPR Langgak lantaran adanya temuan indikasi merugikan negara oleh BPKP Provinsi Riau itu juga disetujui oleh Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Riau inisial MND, yang melanjutkan menjadi Dirut PT SPR menggantikan Rahman Akil.
Atas tindakan melaksanakan rekomendasi BPKP Provinsi Riau itulah, IF dan MND menjadi terdakwa kasus penggelapan.
Pada persidangan kedua yang berlangsung Senin (23/9/2024) di PN Jakarta Selatan, Tim Penasehat Hukum IF dan Tim Penasehat Hukum MND dalam eksepsi mereka menegaskan dan menekankan bahwa dakwaan terhadap IF dan MND tidak jelas dan kabur.
Selain itu, menurut Penasihat Hukum IF, Denny B Latief SH MH, perbuatan terdakwa yang disebutkan JPU dalam dakwaan bukanlah merupakan sebuah tindak pidana, melainkan perselisihan perdata.
Denny juga mengutarakan dalam eksepsinya, dakwaan terhadap IF adalah keliru menentukan terdakwa serta prematur. Tak kalah penting, Denny dalam eksepsinya juga menegaskan bahwa pelapor dalam kasus tersebut tidak memenuhi kapasitas sebagai pelapor.
Sedangkan Penasihat Hukum MND, Nora Haposan Situmorang SH MH dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tidak cermat dalam malah menguraikan peristiwa perdata dalam dakwaannya.
Haposan juga menyatakan dalam eksepsi itu bahwa penuntut umum tidak cermat menjelaskan kualifikasi terdakwa berdasarkan pasal 55 KUHP dalam dakwaan.
Oleh sebab itu, Tim Penasihat Hukum IF dan MND dalam eksepsinya, memohonkan kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut untuk membatalkan dakwaan JPU dan membebaskan terdakwa IF dan MND dari segala dakwaan hukum.(*)