PEKANBARU – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dijadwalkan akan menggelar sidang perdana kasus dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh mantan Direksi BUMD Migas Riau PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dan PT SPR Langgak inisial ND dan IF pada hari Kamis tanggal 12 September 2024 pukul 10.00 WIB.
Berdasarkan SPDP tanggal 26 Juni 2024 yang ditandatangani oleh Direktur Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro SH MH ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, bahwa keduanya disangkakan melanggar pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terjadi di Jakarta Selatan dan Pekanbaru Riau dalam kurun waktu 2015 sampai dengan 2018.
Menurut Pengacara IF, Denny Latief SH MH, bahwa tuduhan terhadap IF dan ND dinilai aneh.
“Ini aneh luar biasa menurut saya, sebab IF hanya menjalankan kebijakan Direktur Utama PT SPR dan PT SPR Langgak sebelumnya yang dijabat Rahman Akil sejak 2009 sampai tanggal 8 Juli 2016. Bahwa Rahman Akil lah yang membuat perjanjian antara PT SPR dengan Kingswood Capital Limited (KCL), yang merupakan sebuah perusahaan yang didirikan dan tunduk berdasarkan hukum British Virgin Island yang diwakili oleh Martino Noma. Sebagaimana diketahui, waktu itu Gubernur Riau saat itu dijabat Rusli Zainal,” jelas Denny.
Lebih lanjut Denny menegaskan, Rahman Akil sebagai Dirut PT SPR dan PT SPR Langgak pula lah yang awalnya mulai menghentikan pembayaran bagian Kingswood Capital Ltd dari penjualan hasil produksi minyak dari lapangan Langgak sesuai perjanjian antara PT SPR dan Kingswood Capital Ltd sejak Maret 2015.
“Rahman Akil menghentikan pembayaran ke Kingswood Capital Ltd itu lantaran hasil audit investigasi BPKP Riau yang menyatakan bahwa terdapat kerugian PT SPR sebesar USD 7,4 juta karena kesepakatan yang tidak berimbang antara PT SPR sebagai BUMD dengan Kingswood Capital Ltd,” ungkap Denny.
Tindakan Rahman Akil itu menurut Denny membuat tidak ada seorang pun direksi atau pimpinan PT SPR dan PT SPR Langgak berani membayarkan bagian hasil Kingswood Capital Ltd itu, terkhusus kliennya IF.
“IF pernah mengatakan kepada saya, jika ia tetap membayarkan bagian Kingswood Capital Ltd itu, maka ia akan kena pasal Tindak Pidana Korupsi karena sudah menjadi temuan BPKP,” beber Denny.
Sementara itu, menurut Kontrak Kerja Sama hasil lelang Wilayah Kerja Produksi Migas Tahun 2009 oleh Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, bahwa kepada PT SPR dengan Kingswood Capital Ltd diwajibkan komitmen kerja pasti (KKP) selama dua tahun masa awal kontrak berupa well service sebesar USD 410.000, pump optimization sebesar USD 844.000, sehingga total investasi komitmen dua tahun awal sebesar USD 1.254.000, dan signature bonus kepada negara sebesar USD 1.005.000.
Informasinya, lanjut Denny, ternyata semua kewajiban tersebut di atas, dibayarkan dari kocek BUMD PT SPR, tanpa ada partisipasi dari Kingswood Capital Ltd.
“Menurut perjanjian tanggal 18 April 2010 serta amandemen Pasal 1.3 dan Pasal 3.2 dari sebanyak sembilan pasal, yang ditandatangani oleh Rahman Akil sebagai Direktur Utama PT SPR dan Martino Noma sebagai Direktur Kingswood Capital Ltd, menyatakan bahwa Kingswood Capital Ltd hanya menanggung biaya pengurusan memperoleh wilayah kerja Langgak sebesar USD 400.000, itu pun harus diganti PT SPR Langgak sebagai operator paling lambat tiga hari setelah penandatangan perjanjian kerjasama yang sepakat membentuk Perusahaan patungan Bernama PT Sarana Pembangunan Riau Langgak (SPR Langgak) dan ditunjuk sebagai operator WK Migas Langgak,” beber Denny.
Jadi, menurut Denny, jika BPKP menemukan adanya kerugian BUMD PT SPR sebesar USD 7,4 juta, dan jika Kingswood Capital Ltd merasa dirugikan dari perjanjian yang ditandatangani Rahman Akil itu, maka lebih tepat Kingswood Capital Ltd melaporkan Rahman Akil, bukannya IF dan ND.
Lebih lanjut Denny menegaskan, IF sebagai Direktur SPR Langgak, untuk melakukan perbuatan hukum pembayaran dan atau mengalihkan harta kekayaan Perseroan harus tunduk kepada ketentuan yang terdapat di dalam Akte Pendirian PT SPR Langgak No. 19, yang dibuat di hadapan Muhammad Hanafi SH, Notaris di Jakarta, pasal 12 mengenai Tugas dan Wewenang Direksi, yang mana Direksi harus mendapatkan persetujuan dari Pemegang Saham mayoritas dalam hal ini
adalah PT. Sarana Pembangunan Riau, yaitu Pemerintah Provinsi Riau adalah
pemilik dan Pemegang Saham mayoritas.
Selain itu, Denny juga menyatakan ada dugaan penyidik dalam perkara itu telah melakukan penyimpangan penyidikan dan menggali bukti-bukti di luar periode dugaan terjadinya tindak pidana 2015-2018 sebagaimana tertera di laporan Polisi (tempus delicti).
“Hal itu seperti penyidikan beralih kepada aliran dana SPR Langgak untuk penggunaan cost recovery dan non cost recovery serta dana talangan yang tidak berhubungan dengan klaim di dalam laporan Polisi,” pungkas Denny.(*)