JAKARTA – Leletnya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang lebih dari setahun, tepatnya sejak 9 Agustus 2021 hingga saat ini, untuk memulihkan limbah Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) bahan berbahaya beracun (B3) sejumlah sekitar 10 juta meter kubik di ratusan lokasi di WK Migas Blok Rokan Riau, yang merupakan limbah warisan operasi PT Chevron Pasifik Inonesia (CPI) setelah menerima penugasan dari SKK Migas sejak 26 Juli 2021, patut dicurigai PT PHR ingin mempermalukan Presiden Jokowi pada forum KTT G20 di Bali akan datang.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman di Jakarta, Rabu (2/9/2022).
“Padahal, jika merujuk pada Pasal 424 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jelas diperintahkan untuk limbah B3 harus segera dipulihkan tidak boleh lebih dari 30 hari kerja sejak ditemukan, bila PT PHR tidak mampu menunjuk pihak ketiga untuk memulihkannya, maka Gubernur atau Bupati atau Walikota bisa segera menunjuk pihak ketiga atas beban PT CPI dan SKK Migas,” ungkap Yusri.
Pasal 424 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 mengamanatkan menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup jika pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 tidak mulai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dilakukan.
Sehingga, lanjut Yusri, pihaknya mensinyalir lambannya PT PHR melaksanakan penugasan dari SKK Migas bisa disebabkan lemahnya leadership Buyung Jaffe sebagai Dirut PT PHR dalam mengendalikan fungsi supply chain.
“Sebab fungsi operasi sangat tergantung kehandalan fungsi supply chain, termasuk dia lemah dalam menghadapi intervensi negatif dari stake holder dan menjadi lengkaplah bahwa dia sebelumnya tidak pernah punya pengalaman dalam memimpin sebuah lapangan produksi seperti Blok Rokan,” beber Yusri.
Pasalnya, lanjut Yusri, jika menurut Head of Agrement (HoA) tanggal 28 September 2020 yang ditandatangani oleh Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto dengan President Director PT Chevron Pasifik Indonesia Albert Simanjuntak di kantor SKK Migas, setelah PT CPI menyetorkan dana USD 265 juta dari hasil lifting minyak di escrow account SKK Migas sesuai split bagi hasil 88 : 12 (GOI : CPI), maka HoA telah membebaskan PT CPI dari segala kewajiban atas pemulihan limbah jutaan meter kubik TTM B3 di Blok Rokan.
“Adapun nilai kewajiban PT CPI sebesar itupun sejak awal sangat kami persoalkan, mengingat perhitungan dari hasil audit lingkungan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya, diperoleh volume limbah TTM B3 sekitar lebih dari 6 juta meter kubik, diluar puluhan fasilitas produksi yang harus dipulihkan oleh PT CPI, sesuai perintah PTK 040/2018/SO turunan dari Permen ESDM nomor 15 Tahun 2018 tentang Kegiatan Paska operasi,” ungkap Yusri.
Cilakanya, sambung Yusri, Menteri LHK sejak digugat oleh Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) pada tanggal 6 Juli 2021 di PN Pekanbaru, Kementerian LHK sebagai Tergugat III hingga saat ini tampaknya sengaja menyembunyikan hasil audit lingkungan hidup Blok Rokan, meskipun perintah Pasa 50 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Menteri LHK wajib membuka audit lingkungan ke publik, sehingga penyembunyian hasil audit lingkungan menimbulkan tanda tanya besar ada apa dengan KLHK.
“Mengingat, Request For Infotmation (RFI) yang diterbitkan oleh PT PHR untuk seleksi rekanan yang akan ditunjuk sebagai calon pelaksana pemulihan limbah, dari banyak item kegiatan di RFI, ada kebutuhan perusahaan dengan keahlian deliniasi, sehingga kami mencurigai volume hasil audit lingkungan yang dijadikan dasar HoA antara SKK Migas dengan PT CPI atas dasar tebak-tebak soal volume limbahnya, jika benar ini berbahaya dan berpontesi merugikan negara,” beber Yusri.
Perlu diketahui, kata Yusri, penandatanganan HoA saat itu antara SKK Migas dengan PT CPI, disaksikan juga oleh Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati.
“Nah, jika kemudian Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati telah ditunjuk oleh Direksi Pertamina jadi Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Rokan, namun dia tidak mampu mempercantik lingkungan blok Rokan, hanya mampu mempercantik dirinya sendiri, apa tidak semberono penunjukan ini?,” kata Yusri.
Oleh sebab itu, kata Yusri, jika SKK Migas dan KLHK tidak mau disebut kompak ingin mempermalukan Presiden Jokowi, segera buat surat ke Menteri BUMN dan Dewan Direksi Pertamina untuk mengevaluasi Direksi PT PHR.(CERI/YU)