Ditanya Soal Efisiensi Pengolahan BBM,  Kilang Pertamina International Malah Bilang Takut Salah Jawab

oleh

JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Jumat (23/9/2022), menyatakan telah meragukan pernyataan Direktur Utama PT Kilang Pertamina International (KPI)  Taufik Adityawarman pada media  yang telah menyebutkan proses bisnis mereka telah efisien.

“Kesimpulan dialog saya dengan jajaran manajemen KPI melalui Pjs Corporate Comunication KPI,  telah membuat saya jadi ragu angka-angka yang disebutkan mereka. Jika benar angka mereka efisien, harusnya berkorelasi dengan harga produk BBM mereka yang jadi lebih murah dari kilang Singapura, kata Yusri.

Kemudian terhadap pembiayaan ekspansi kilang dalam bentuk revitalisasi proyek kilang RDMP tidak mengalami kesulitan dana untuk pembiayaannya,” beber Yusri. 

Yusri mengutarakan, dalam surat konfirmasi yang dikirimkan CERI ke Pjs Coporate Secretary PT KPI pada 14 September 2022 perihal Mohon Konfirmasi dan Informasi, CERI menyatakan sangat tertarik dan ingin mendapat penjelasan lebih banyak atas rilis media Dirut PT KPI Taufik Adityawarman pada hari Sabtu (10/9/2022), yang telah menyatakan bahwa rata-rata biaya operasi kilang Pertamina sangat efisien, yaitu USD 3,67 per barel, sementara kilang Singapore mencapai USD 7,81 per barel, terkhusus biaya ooerasi kilang Cilacap yang hanya USD 2,83 per barel dan kilang Plaju sebesar USD 2,92.

“Jika mengacu konfigurasi kilang Cilacap memiliki Nelson Complexity Index (NCI) angka sekitar 13 dan kilang Plaju hanya angka 4. Apakah mungkin atau masuk akal sehat bahwa biaya operasi Kilang Cilacap dengan NCI 13  lebih murah dari biaya operasi kilang Plaju NCI 4?,  itu ibarat membandingkan biaya operasi bus mewah dengan mobil kijang” tanya Yusri dalam surat tersebut.

Berita Terkait :   Tuding Tiga Gubernur Punya Kepentingan dengan Menolak Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale, CERI Nilai Pernyataan Menteri ESDM Menyesatkan

Kemudian, Yusri juga menanyakan, jika rata-rata Net Cash Margin (NCM) kilang Pertamina sangat positif yaitu sebesar USD 4,88 perbarel, maka dengan asumsi rata-rata pengolahaan minyak mentah di kilang Pertamina rata-rata 900.000 barel per hari, tentu rata-rata NCM Kilang Pertamina setiap hari adalah 900.000 barel dikali USD 4,88 sama dengan USD 4,392,000 per hari. Jika dihitung sebulan, maka jumlahnya menjadi USD 131,760,000.

“Sehingga NCM PT Kilang Pertamina International menjadi sekitar USD 1,5  miliar setiap tahunnya, apa benar angka itu ?,” tanya Yusri lebih lanjut.

Selain itu, CERI dalam surat itu juga menyatakan, KPI membeli crude oil bersaing di pasar global senilai USD 69,246 perbarel, lebih rendah dari perusahan lain berada di angka USD 69, 46 perbarel. “Bolehkah kami dijelaskan mekanisme tender crude oil di ISC KPI? Apakah masih setiap tender menyebutkan negara asal minyak? Contoh West Africa Crude, Asia Crude atau Midle East Crude atau nama lapangan ? Bukankah sistem tender crude oil hanya mensyaratkan spesifakasi teknis crude oil sesuai kebutuhan atau kehandalan kilang? Karena kilang hanya mengenal spesifikasi bukan nama negara atau nama lapangan, jika menyebut nama negara atau nama lapangan minyak, maka sejak dulu model tender tersebut sudah diijon oleh traders seperti Vitol, Travigura dan Glencore,” tanya Yusri.

Berita Terkait :   CERI: Kecelakaan Kerja Tewaskan Tiga Pekerja di WK Migas Blok Rokan, Komite Audit Pertamina Harus Usut Kontrak PT PPLI

Terkait hal tersebut, Pjs Corsec PT KPI, Milla Suciani kepada Yusri Usman antara lain menerangkan NCI merupakan gambaran kompleksitas kilang, dimana semakin tinggi nilai NCI maka kilang tersebut menghasilkan lebih banyak produk berkualitas tinggi dan proses produksi lebih efisien. 

“Saat ini NCI Kilang PT KPI adalah sebagai berikut, RU III Plaju 3.1 dan RU IV Cilacap 7.4,” ungkap Milla.

Terkait Net Cash Margin (NCM), Milla mengatakan Net Cash Margin merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja keuangan suatu kilang. “Perhitungan NCM sangat dipengaruhi oleh kompleksitas kilang. Nilai Net Cash Margin Kilang PT KPI beragam dengan nilai berkisar antara 3.40 hingga 7.17 (Study Wood MacKenzie 2021),” ungkap Milla.

Sementara itu, terkait pembelian crude, Milla mengutarakan, tender minyak mentah di PT KPI secara garis besar dilakukan sesuai kebutuhan kilang melalui tahapan penyampaian invitation kepada mitra usaha, penerimaan penawaran dari mitra usaha, evaluasi penawaran, dan penetapan pemenang. 

“Penetapan pemenang dilakukan jika terdapat penawaran yang memenuhi kriteria yang sesuai dengan Sistem Tata Kelola yang berlaku, salah satunya minyak mentah yang dibeli adalah minyak mentah yang menghasilkan nilai keekonomian paling tinggi berdasarkan hasil run software Linier Programming,” jelas Milla.

Terkait pencantuman negara asal minyak dalam proses tender, Milla mengatakan, PT KPI tidak mencantumkan negara asal minyak pada tender invitation yang disampaikan melainkan menggunakan sebutan grade atau nama minyak mentah yang telah melalui evaluasi spesifikasi teknis terdahulu dan dapat diterima atau diolah di kilang KPI seperti WTI, Saharan dan lainnya.

Berita Terkait :   Pak Presiden Blok Rokan Diperoleh Pertamina Melalui Tender, Beda Dengan Blok Mahakam Prosesnya

Mendengar keterangan Milla itu, Yusri lantas balik menanyakan. “Jika benar angka NCM itu baik, kondisi cash flow KPI baik dong, berarti gak sulit untuk membiayai proyek RDMP ya ?, namun faktanya mengapa berbanding terbalik . Apa basis yang digunakan oleh KPI dalam menghitung harga jual produk BBM dari kilang kepada PT Pertamina Patra Niaga? Basis MOPS (Mean of Platts Singapore) atau ICP (Indonesia Crude Price) ?,” sergah Yusri.

Terhadap pertanyaan itu, alih-alih memberikan keterangan, Milla malah mengelak dan menyatakan takut salah jawab.

Karena menurut Yusri, aneh jika Pertamina Patra Niaga dan Pertamina Kilang merahasiakan basis perhitungan antar subholding tersebut, sebab Kepmen ESDM nmr 62K/2020 jelas menyebutkan dasar perhitungan Formula harga BBM semua produk Pertamina di SPBU adalah MOPS, sementara jika kilang Pertamina beli minyak mentah bagian negara atau milik KKKS adalah ICP basisnya,  jadi kenapa takut menjelaskannya. 

Jadi kata Yusri, korban akibat ketidak efisienan Pertamina itu akan ditanggung oleh negara dan rakyat berdasarkan harga BBM yang mahal lagi buruk kualitas, sekitar 95 %  produk BBM Pertamina berstandar euro 2 dengan kadar sulfur 500 ppm.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.