JAKARTA – Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hadapan awak media ketika berkunjung di terminal tangki minyak mentah di Dumai yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan, Kamis (5/1/2023), menuai reaksi dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.
“Bahwa pemerintah telah mengambil alih blok Rokan dengan tidak memperpanjang hak pengelolaan kepada PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) karena meyakinin sumberdaya manusianya mampu, adalah agak kurang tepat. Mungkin akibat pembisiknya keliru memberikan masukan yang benar,” ungkap Yusri, Jumat (6/1/2023) pagi.
Sebab, kata Yusri lagi, PT Pertamina Hulu Rokan berhasil memperoleh hak pengelolaan Blok Rokan dari pemerintah melalui proses tender di Ditjen Migas Kementerian ESDM. “Menteri ESDM yang memutuskan itu ketika masih dijabat oleh Ignatius Jonan,” kata Yusri.
Dijelaskan Yusri, Pertamina berhasil menyisihkan PT CPI dengan proposal siap memberikan signature bonus sebesar USD 725 juta kepada pemerintah dengan Komitmen Kerja Pasti sebesar USD 500 juta.
“Itu terjadi akibat pemerintah merubah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 tahun 2015 menjadi Permen ESDM nomor 23 tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas Yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya, yaitu menghilangkan hak prioritas Pertamina,” beber Yusri.
Oleh sebab itulah, kata Yusri, makanya produk Permen ESDM nomor 23 tahun 2018 itu telah menjadi objek gugat oleh Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2018. FSPPB dimenangkan dalam gugatan itu.
“Tak hanya itu, bahkan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan terkesan saat itu berkeinginan Blok Rokan tetap dikelola oleh PT CPI. Hal itu diucapkan Luhut setelah menerima kunjungan Managing Director Chevron IndoAsia Business Chuck Taylor yang didampingi Presdir CPI Albert Simanjuntak dan Yanto Sianipar, di kantor Menko Marinves pada 14 Juli 2018, setelah CPI tau kalah tender dari Pertamina,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, ketidakrelaan PT CPI melepas Blok Rokan kepada Pertamina tercermin jelas dari betapa alotnya dalam proses transisi menjelang 8 Agustus 2021. Pertamina tidak diizinkan masuk melakukan pemboran untuk menjaga produksinya tidak anjlok.
“Jadi, proses keberadaan Pertamina di Blok Rokan berbeda jauh dengan keberadaan di Blok Mahakam. Keberadaan Pertamina di Blok Mahakam dan delapan blok migas lainnya saat itu berpayungkan pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 15 tahun 2015,” tegas Yusri.
Tak hanya itu, mengenai pernyataan Jokowi bahwa produksi minyak Blok Rokan sekarang 166.000 barel perhari, menurut Yusri juga patut diragukan kebenarannya setelah meledak trafo gardu listrik di substation Balai Pungut, Kabupaten Bengkalis pada 7 Desember 2022.
“Dalam pernyataan itu, Jokowi hanya didampingi oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Mensesneg Pratikno, Menteri PUPR Basuki serta Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Anehnya, dalam kunjungan Jokowi ke Blok Rokan tersebut tak dihadiri oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto,” ulas Yusri.
Dikatakan Yusri, Arifin Tasrif dan Dwi Soetjipto merupakan pejabat yang paling bertanggung jawab terhadap naik turunnya lifting migas nasional.
“Ironisnya, sejak menjelang akhir tahun 2022 hingga awal tahun 2023 kita tidak mendengar keterangan resmi kedua pejabat tersebut mengenai lifting migas nasional tahun 2022, itu yang tidak pernah terjadi sebelumnnya,” ungkap Yusri.
“Jadi Pak Presiden, soal kemampuan SDM Pertamina jangan diragukan lagi kompetensinya, tetapi kekacauan proses bisnisnya selama ini lebih disebabkan ada pembiaran terjadinya intervensi oknum elit politik bekerjasama dengan oknum Direksi dan pengusaha dengan oknum APH serta oknum pemeriksa juga,” pungkas Yusri. (*)