Pemerintah Didesak Naikkan Upah Minimum Tahun 2022 Sebesar Hingga 10 Persen untuk Selamatkan Daya Beli Masyarakat

oleh
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat. foto/net

JAKARTA, CERINEWS.ID – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Pemerintah untuk menaikkan upah minimum tahun 2022 sebesar 7 persen hingga 10 persen, dengan pertimbangan rakyat saat ini semakin sulit kehidupannya.

Tuntutan kenaikan upah minimum sebesar 7 persen hingga 10 persen, didasarkan pada hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di 24 Provinsi, dengan menggunakan 60 komponen KHL.

Hasil survey KHL KSPI menunjukkan bahwa besaran kenaikan upah minimum tahun 2022 yang paling layak adalah sebesar 7% sampai dengan 10%. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulisnya.

Mirah Sumirat juga menekankan bahwa sampai saat ini Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga segala peraturan turunannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan seharusnya dikesampingkan dan tidak dipaksakan untuk diberlakukan.

Mirah mengatakan, ASPEK Indonesia meminta Pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2022, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kenaikan Upah Minimum, yaitu berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

“ASPEK Indonesia mendesak agar mekanisme perundingan kenaikan upah minimum di Dewan Pengupahan, baik tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003, dengan terlebih dahulu Dewan Pengupahan melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), serta memperhitungkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” tegas Mirah Sumirat.

Selama Pemerintahan Joko Widodo, lanjut Mirah, telah menerbitkan peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja. Jika berdasarkan UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, kenaikan upah minimum berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

“Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survey KHL, sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi,” ungkap Mirah.

Pada 2021, lanjut Mirah, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi, bukan akumulasi. Perubahan formula perhitungan upah minimum yang terus berkurang ini, membuktikan Presiden Joko Widodo hanya berpihak pada kepentingan pengusaha

“Lemahnya fungsi pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan menjadi permasalahan serius yang selalu gagal dibenahi oleh Pemerintah. Akibatnya masih banyak perusahaan yang membayar upah pekerjanya hanya sebatas upah minimum. Padahal seharusnya upah minimum hanya diberikan kepada pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan untuk pekerja yang berkeluarga atau masa kerja lebih dari satu tahun seharusnya mendapatkan upah di atas upah minimum. Kondisi ini terjadi karena banyak perusahaan yang nakal karena tidak membuat Struktur dan Skala Upah di perusahaannya. Padahal Struktur dan Skala Upah wajib dibuat oleh perusahaan,” ungkap Mirah.

Mirah menegaskan, ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk serius dan tidak cuma lips service dalam menjalankan fungsi pengawasan, serta tegas menindak perusahaan yang tidak bertanggungjawab dan semena-mena terhadap pekerjanya, pungkas Mirah Sumirat.

Mirah juga meminta kepada Pemerintah untuk kembali mengucurkan bantuan sosial bagi pekerja dan rakyat yang terdampak pandemi covid-19.

“Jangan hanya memanjakan pengusaha dengan berbagai stimulus dan pengampunan pajak! Sesungguhnya saat ini pekerja adalah pihak yang paling menderita, karena banyak yang diputus hubungan kerjanya, tidak dibayar upahnya, dirumahkan dan pada saat yang sama Pemerintah justru mengurangi dasar perhitungan upah minimum!,” pungkas Mirah Sumirat.(hen/rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.