Solar Langka, Pengamat Energi Ugan Gandar Pertanyakan Keberadaan BPH Migas

oleh
Pengamat Energi Ugan Gandar. foto/ist

JAKARTA, CERINEWS.ID – Kelangkaan solar yang terjadi di sebagian wilayah Sumatera dan Jawa dalam beberapa hari belakangan ini sempat memunculkan kegusaran di tengah masyarakat.

Bahkan, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi pun sampai memanggil pejabat PT Pertamina di daerahnya untuk menjelaskan persoalan ini. Kelangkaan solar ini juga mendapat sorotan dari Pengamat Energi, Ugan Gandar.

“Kenapa kalau terjadi kegaduhan kelangkaan semacam ini Pertamina Patraniaga yang selalu disalahkan? Kelangkaan solar ini bukan kesalahan dari Pertamina untuk memproduksi atau pengadaan solar. Tapi hal ini terkait dengan permasalahan kuota. Kuota yang diputuskan oleh BPH Migas tidak sesuai dengan keadaan yang di lapangan,” demikian analisa Ugan Gandar, Pengamat Energi yang juga mantan pegawai Pertamina ini dalam konferensi pers dengan media di Jakarta, Selasa (2/11/2021).

Bagi Ugan Gandar yang juga pernah menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) periode 2004 sampai 2015 ini, Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah sebagai operator untuk mendistribuskan BBM ke seluruh pelosok tanah air sesuai dengan Perpres Nomor 69 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Sedangkan kuota ditentukan oleh BPH Migas sehingga berapa pun kuota yang diputuskan oleh BPH Migas tentu akan dipenuhi oleh Pertamina – Patra Niaga.

“Saya sebagai mantan orang Pertamina paham betul cara kerja dari orang Pertamina bahwa Pertamina itu mendapat penugasan sebagai operator. Jadi berapa pun yang diputuskan oleh BPH Migas harus dipenuhi. Nah itu adalah loyalitas Pertamina terhadap pemerintah. Ketika itu diputuskan, misalkan 1 juta ton untuk satu tahun, maka Pertamina harus menjalankan perintah itu. Siapkan 1 juta ton. Namun jika kemudian ternyata BPH Migas yang menentukan kuota ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, ya jangan Pertamina yang disalahkan,” kata Ugan.

Soal kelangkaan solar ini, menurut analisa Ugan, hal Lain yang harus diwaspadai adalah terkait disparitas harga solar subsidi dan nonsubsidi terlalu lebar.

“Yang harus diwaspadai oleh kita adalah disparitas harga solar subsidi dan bukan subsidi terlalu lebar. Ini harus hati-hati. Kalau terlalu lebar misalnya harga industri Rp 11.000 kemudian harga subsidi Rp 7.000. Maka tentunya orang-orang yang berada di industri akan berusaha membeli solar murah yang haknya rakyat. Jadi, jangan kaget kalau kelangkaan-kelangkaan itu terjadi di daerah-daerah industri,” jelasnya.

Bagi Ugan Gandar yang sudah lama aktif di Pertamina dan FSPPB, juga melihat situasi kelangkaan ini juga ada upaya-upaya untuk pengecilan atau pengebirian terhadap kemampuan PT Pertamina-Patra Niaga yang dilakukan oleh invisible hand.

“Yang pertama Pertamina tidak boleh pegang uang, yang kedua disparitas harga terlalu lebar, yang ketiga adalah pembatasan kuota. Ini jika disparitas terlalu lebar, orang industri ambil yang subsidi, maka yang terjadi adalah kelangkaan solar seperti saat ini, kemudian akan ada yang dioplos,” ungkap Ugan.

“Maka yang akan rusak nama Pertamina. Kemudian soal kuota. Diputuskan kuota 15 juta kiloliter, tetapi kenyataan pada bulan Oktober atau November habis, maka di bulan Desember akan terjadi kelangkaan. Ketika terjadi kelangkaan solar itu maka nama yang jelek sudah pasti Pertamina atau Patra Niaga. Kenapa tidak ada yang pernah menyalahkan BPH Migas, kenapa?,” lanjut kata Ugan.

Selanjutnya, kekhawatiran dari Ugan pada saat Pertamina dibuat holding dan subholding mulai tampak terjadi.

“Dengan adanya holding dan subholding maka semua subholding mempunyai kinerja atau KPI masing-masing. Bahwa subholding-subholding yang ada di Pertamina itu yang notabene core bisnis semua tentu mencari untung dan dengan biaya seefisien mungkin. Apalagi jika sudah di-IPO-kan. Ini sudah saya prediksi sejak lama,” ungkap Ugan.

“Ini kelangkaan-kelangkaan BBM segala macam itu karena akan dilakukan efisiensi oleh subholding. Apakah oleh shipping, Patra Niaga atau lainnya. Karena mereka kan harus untung. Jika tidak untung maka direksi bisa dicopot.  Apa yang saya khawatirkan sudah mulai terlihat,” ungkapnya.

Di samping itu juga, Ugan mempertanyakan keberadaan BPH Migas apakah masih dibutuhkan atau tidak.

“Jika yang mengatur kuota itu Pertamina tanpa ada keberadaan BPH, maka apapun yang diminta oleh Pemerintah tanpa harus koordinasi dengan Kementerian Keuangan bisa BBM tersebut pengadaannya berapapun yang dibutuhkan. Itu menjadi tanggung jawab Pertamina. Pasti Pertamina lebih komorehensif dan prudent ketika membuat prediksi kebutuhan BBM tahun ini dan tahun depan dan segala macam,” ungkap Ugan.

Menurut Ugan, analisa potential problem akan dilakukan secara detail dan akurat Karena kalau dia tidak tepat di dalam menentukan kebutuhan tersebut, maka itu menjadi tanggung jawab Pertamina. Semestinya jika ini hanya sampai bulan November atau awal Desember, beda bila kuota ditentukan oleh BPH Migas.

“Semestinya kelangkaan seperti yang terjadi saat ini menjadi tanggung jawab BPH Migas karena mereka yang menghitung kuotanya, itu. Jadi pertanyaannya, masih perlukah BPH migas dipertahankan?,” pungkasnya.(hen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.