DI era kepemimpinan presiden Prabowo, issue TNI menjadi sangat mengemuka, dikaitnya dengan berbagai issue sensitive, seperti dwi fungsi TNI bangkit lagi dan tantangan pembangunan demokrasi maupun penghargaan terhadap HAM.
Semua itu awalnya dikaitkan dengan sosok presiden Prabowo dengan latar belakang militernya yang kental. Tetapi dalam perkembangannya, presiden Prabowo mulai menyertakan beberapa koleganya di militer dulu, masuk dalam orbit kekuasaan dan menempatkan militer aktif loyalis Prabowo pada jabatan sipil.
Dalam konteks kekuasaan, dukungan loyalitas menjadi sebuah kebutuhan strategis, dalam rangka memperkuat legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan, menjaga stabilitas dan meningkatkan efektivitas dalam menentukan kebijakan.
Menarik untuk dicermati, ketika muncul benih-benih dualism loyalitas dalam satu perahu kekuasaan negara. Sulit untuk membayangkan ketika terjadi tarik menarik loyalitas di sektor penggunaan kekuatan pertahanan negara. Pastinya akan berpengaruh pada factor soliditas dalam mengemban tugas mengawal kedaulatan negara dan menjaga stabilitas nasional.
Keprihatinan terhadap kesadaran berbangsa bernegara para juragan politik yang amat mengedepankan kepentingan sektoral, telah memberi dampak dengan daya rusak luar biasa terhadap kepentingan persatuan dan kesatuan.
Aspek loyalitas terhadap kepentingan politik negara, nampaknya dibangun atas dasar hutang budi yang ditanamkan oleh para juragan politik, bahkan loyalitas dipengaruhi oleh kuatnya politik sandera.
Fenomena loyalitas yang terbangun di lingkungan TNI, menunjukan adanya keterbelahan, dipicu oleh masih kuatnya syahwat kekuasaan mantan presiden Jokowi.
Oleh sebab itu format loyalitas di intenal TNI dipengaruhi oleh tuntutan hutang budi dan siasat politik sandera, disisi lain loyalitas dibangun atas dasar tuntutan konstitusi dan etika kepatuhan serta kesetiaan terhadap pemimpin.
Di hadapkan tarik menarik kekuatan politik nasional yang dapat berdampak terhadap stabilitas nasional, maka TNI pengemban peran strategis sebagai salah satu pilar penyanggah kedaulatan negara, dituntut menunjukan kualitas kepemimpinan TNI yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai jatidiri TNI dan memiliki komitmen kuat untuk memegang teguh konstitusi dan keputusan politik negara.
Kepemimpinan TNI harus menjadi teladan bagi elemen bangsa lainnya, dalam memegang teguh loyalitas hanya kepada negara dan bangsa. Waspadai tipudaya dengan mengeksploitas jargon reformasi, tapi berprilaku politik otoriter dan menjadi antek asing.
Bukan saatnya lagi pimpinan TNI untuk bersikap gamang terhadap retorika reformasi yang kerapkali berlindung dibalik isue demokrasi dan HAM, karena TNI memiliki tanggung jawab lebih besar yaitu mengawal tetap eksisnya hak asasi negara, dalam rangka menjaga kedaulatan negara tetap kokoh dan mampu berdiri secara setara dalam pergaulan internasional.***
Sri Radjasa MBA
Pemerhati Intelijen