Legacy Sultan Iskandar Muda, Prasasti Kebangkitan Pemimpin Rakyat

oleh

ROMANTIKA perjalanan panjang bangsa ini, sarat dengan kisah heroisme para leluhur pendiri bangsa ini. Tidak sedikit pengorbanan rakyat semata-mata demi mewujudkan harga diri sebagai bangsa.  Para pemimpin dan tokoh datang silih berganti, mengorbankan segenap jiwa raganya, menjadi teladan bagi generasi selanjutnya. Seiring dengan perubahan dunia yang amat cepat, dengan membawa nilai-nilai modernisasi yang kerapkali kontradiksi dengan kultur yang kita pedomani. Memberi konsekuensi semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi bangsa ini, agar tetap eksis. Tetapi ironinya, para petinggi negara justru terjebak di pusaran etika nilai hedonisme, individualistik, materialistik dan kosmetika kemanusiaan. Akibatnya bangsa yang diwarisi kekayaan alam melimpah dan budipekerti yang menjunjung tinggi kebersamaan, kini menjadi bangsa yang tersisih di gubuk kumuh, menjadi bangsa yang tidak mampu berdiri diatas kaki sendiri, menjadi bangsa yang hanya memiliki harapan asal besok bisa makan, menjadi objek dari kekuasaan yang korup. Bangsa ini dihadapkan oleh krisis kepemimpinan yang memiliki kapasitas negarawan, krisis pemimpin yang memiliki karakter bapak bangsa.

Berangkat dari penghormatan terhadap para pemimpin yang dicintai rakyatnya dan tidak bermaksud untuk membandingkan dengan para penyelenggara negara hari ini. Mungkin kita perlu sejenak menengok kebelakang, membuka kembali legacy untuk mengais nilai keteladan tentang keberhasilan sosok pemimpin Sultan Iskandar Muda yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam antara tahun 1607 -1636, kini jasanya dianugrakan penghargaan pahlawan nasional. Diusianya yang masih sangat muda 19 tahun, Sultan Iskandar Muda mulai memegang tampuk kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam, mewarisi kondisi carut marut kesultanan Aceh Darussalam, akibat aksi makar para ulee balang, kudeta yang gagal mengakibatkan terbunuhnya sultan, monopoli sumber-sumber ekonomi oleh orang kaya, kelaparan melanda seluruh wilayah Kesultanan Aceh Darussalam.

 

Kenegarawanan Sultan Iskandar Muda diuji, walau usianya yang relative muda, tapi amat menonjol karakter sebagai bangsa bangsa yang selalu hadir ditengah kesulitan rakyat Aceh. Kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri, Sultan Iskandar Muda adalah sosok pemimpin yang mengambil jalan revolusi, dalam rangka mengembalikan stabilitas kesultanan Aceh Darussalam. Sultan Iskandar Muda mengambil kebijakan sentralisasi kekuasaan yang menyangkut politik, ekonomi, hukum dan militer. Selanjutnya Sultan Iskandar Muda memulai gerakan nasional sapu bersih terhadap anasir makar dikalangan ulee balang. Kepada Ulee balang yang membangkang, langsung dilakukan eksekusi. Disaat yang bersamaan Sultan Iskandar Muda juga melakukan perampasan asset milik para oligarki dan orang kaya, untuk segera dibagikan kepada rakyat yang dilanda kelaparan. Penegakan hukum dengan pendekatan “hukum adalah sultan” untuk mengatasi situasi darurat, mendapat dukungan rakyat Aceh saat itu dan mengantarkan Aceh memasuki jaman keemasan serta kesetaraan dalam pergaulan internasional. Sikap konsisten dan konsekuen sebagai ciri negarawan, dibuktikan oleh Sultan iskandar Muda, ketika sanksi hukum harus dijatuhkan kepada anak kandungnya selaku putra mahkota bernama Meurah Pupok yang dijatuhi hukuman pancung. Pernyataan Sultan Iskandar Muda yang monumental menghadapi hukuman pancung terhadap putranya “ Matee aneuk meupat jeurat, matee adat pat tamita  (Mati anak ada kuburannya, Mati adat tidak ada gantinya)”.  Sebuah pernyataan yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang pemimpin, tanpa memiliki kualitas negarawan, sikap kesatria dan ketaqwaan yang tinggi terhadap Allah SWT.

 

Potret carut marut Aceh diawal kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, mungkin merefleksikan kondisi kehidupan berbangsa bernegara Indonesia hari ini, krisis multidimensional melanda semua aspek kehidupan, runtuhnya penegakan hukum, monopoli sumber-sumber ekonomi ditangan oligarki dan pejabat negara, terbelahnya kekuasaan negara akibat cawe-cawe mantan presiden sebelumnya. Tetapi Indonesia tidak memiliki sosok pemimpin sekaliber Sultan Iskandar Muda, tidak muncul bapak bangsa yang dengan segenap jiwa raganya berada ditengah kesulitan rakyat. Kini yang tertinggal cuma sekelompok orang-orang yang memegang kendali kekuasaan, tapi miskin nurani dan jauh dari sikap kesatria, bahkan diduga menderita cacat aqidah. System pemerintahan dan politik yang menjunjung tinggi nilai demokrasi dan HAM, kenyataanya hanya melahirkan pemimpin monster yang tega merampok warisan anak cucu sendiri. Dengarkan doa anak-anak Indonesia “kami tidak butuh Disneyland atau gadget canggih, kami cuma mau Sultan Iskandar Muda menang pilpres 2029, agar orang tua kami dapat hidup layak dan tidak diperlakukan sebagai kuli dinegeri sendiri”.***

Sri Radjasa MBA

Pemerhati Intelijen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.