JAKARTA – Laba bersih emiten maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sepanjang tahun 2022 sebesar USD 3,736 miliar atau setara Rp 58,85 triliun (kurs Rp 15.700 per dolar AS), ternyata bukan dari hasil usaha, akan tetapi berasal dari pos pemasukan yang dicatatkan pada buku GIAA akibat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap semua krediturnya.
Laporan keuangan Garuda mengacu Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73.
Demikian diungkapkan Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi, Minggu (29/9/2024).
“PKPU tersebut berdasarkan perjanjian perdamaian (homologasi) antara GIAA dengan sejumlah krediturnya, ditetapkan oleh Putusan Perkara PKPU Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 425/PDT.SUSPKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 27 Juni 2022,” ungkap Hengki.
Sebab, lanjut Hengki, sepanjang 2022 Garuda atau GIAA masih mencatat kerugian operasionalnya sebesar USD 0,41 miliar atau setara Rp 6,437 triliun. Kerugian itu berdasarkan pendapatan usaha GIAA 2022 yang hanya sebesar USD 2,1 miliar, sementara beban usahanya USD 2,51 miliar.
Sebelumnya, kata Hengki, pada laporan keuangan tahun 2021, GIAA mengalami kerugian USD 7,19 miliar.
“Jadi, total liabilitas GIAA memang turun dari USD 13,30 miliar per akhir Desember 2021 menjadi USD 7,77 miliar pada akhir Desember 2022 setelah putusan homologasi PKPU. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan akuntansi dalam laporan neraca keuangan Garuda Indonesia,” ungkap Hengki.
Lebih lanjut, ungkap Hengki, adapun keuntungan dari restrukturisasi pembayaran USD 1,38 Milyar untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2022, merupakan keuntungan dari restrukturisasi pembayaran untuk pinjaman jangka panjang dan utang usaha yang timbul dari penundaan pembayaran menjadi 22 tahun dengan suku bunga 0,1% per tahun berdasarkan keputusan Homologasi PKPU tanggal 27 Juni 2022.
“Sehingga pencatatan pada laporan keuangan GIAA 2022, hanya sekitar 20% dari nilai keseluruhan yang akan dibayar pada tahun 2044,” ungkap Hengki.
Oleh karena itu, lanjut Hengki, selisih sekitar 80% dari nilai keseluruhan pembayaran akan dicatat sebagai keuntungan dari restrukturisasi pembayaran pada tahun 2022.
Lebih lanjut Hengki mengutarakan, adapun pendapatan atas restrukturisasi hutang USD 2,85 Miliar dalam laporan keuangan GIAA muncul sebagian besar dari sewa pesawat dikarenakan adanya penghitungan ulang atas kewajiban sewa pesawat di masa yang akan datang, karena dilakukan pengembalian pesawat dari sebelumnya disewa 141 pesawat di akhir tahun 2019 kemudian menjadi 88 pesawat pada tahun 2022.
“Sehingga terjadi penurunan yang signifikan dari kewajiban pembayaran sewa dikarenakan jumlah pesawat berkurang hampir 50%. Nilai pengurangan kewajiban ini yang berdasarkan pencatatan laporan keuangan dianggap sebagai pendapatan atas restrukturisasi hutang,” ungkap Hengki.
Biaya Restrukturisasi Garuda Rp 450 miliar
Sementara itu, menurut informasi diperoleh CERI, kata Hengki, berbekal Surat Keputusan Menteri BUMN, Erick Tohir nomor : SK-369/MBU/11/2020 tanggal 16 November 2020, dibentuk Tim Percepatan Restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero)Tbk.
Sebagai Ketua Tim Pengarah, Menteri BUMN dibantu Wamen BUMN II, Deputy Bidang Keuangan dan Manajemen Resiko serta Staf Khusus V.
Tim Kerja dipimpin langsung oleh Dirut GIAA sebagai ketua dan Dirut Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai anggota.
Tim Kerja membawahi Project Management Office (PMO) terdiri dari Arief Ariyana (SEVP Corporate Banking Mandiri) dan Dony Oskara (Wakil Dirut GIAA) dan Dannif Danusaputro sebagai Dirut PT Mandiri Sekuritas.
“Surat Keputusan Menteri BUMN mengalami perubahan dua kali. Perubahan pertama pada 24 Maret 2021 sesuai nomor SK-31/MBU/Wk2/3/2021, kedua pada 17 Juni 2021 sesuai nomor SK – 56/MBU/Wk2/06/2021,” beber Hengki.
Kedua SK Perubahan Tim Restrukturisasi tersebut, kata Hengki, ditanda tangani oleh Wamen BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo.
“Untuk menunjang kerja Tim Restrukrisasi, anggaran sebesar USD 29,589,891 atau setara Rp 459 miliar (kurs Rp 15.500/ per dolar AS) disetujui oleh VP Financial Analysis GIAA pada 26 April 2021, berdasarkan usulan anggaran awalnya sebesar USD 40,235,392,” pungkas Hengki.(*)