JAKARTA – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) menggunakan kawasan hutan yang dikelola oleh BUMN Perum Perhutani seluas sekitar 421 Hektare untuk ditambang batu gamping, lokasinya terletak di daerah Tuban, Jawa Timur sejak tahun 2012.
Untuk kebutuhan itu, SMGR sesuai laporan keuangan tahun 2022-2023, telah membayar kepada Perum Perhutani sebesar Rp 37 Miliar yang telah dicantumkan di laporan keuangan audited di website Bursa Efek Indonesia, idx.co.id.
Namun, lantaran kerap diprotes oleh Koordinator Koalisi Anti Korupsi Nusantara (KAKN), Agus Satria, pihak SMGR merevisi nilai pembayaran awalnya Rp 37 miliar menjadi sekitar Rp 21,9 miliar. Revisi nilai pembayaran ini dicantumkan juga di website Bursa Efek Indonesia, idx.co.id.
Kejanggalan atas nilai pembayaran SMGR ke Perum Perhutani itu, KAKN mengendus adanya indikasi kuat telah terjadi tindak pidana gratifikasi oleh oknum-oknum di Perum Perhutani, SMGR dan Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan RI. Atas kejanggalan itu, KAKN akan segera melaporkan secara resmi ke KPK untuk diusut tuntas.
Berita Terkait:
Lalaikan Kompensasi Lahan, PT Semen Indonesia Disomasi KPI
Beberapa pihak menganggap kejanggalan dari kelebihan bayar antar BUMN ini diduga sebagai jalan masuk gratifikasi dan korupsi antar BUMN dan KLHK.
Demikian diungkapkan Koordinator Koalisi Anti Korupsi Nusantara (KAKN), Agus Satria Mandala, Senin (9/9/2024) di Jakarta kepada awak media.
“Pelaporan tersebut berdasarkan kejanggalan urutan transaksi antara PT. Semen Indonesia dengan Perum Perhutani yang dianggap ganjil, baik dalam proses dan besaran transaksi, maupun adanya revisi dalam pembukuan yang telah diaudit yang sudah menjadi laporan publik di bursa saham,” terang Agus.
Agus lebih lanjut membeberkan, dugaan suap dan gratifikasi ini bermula dalam pemenuhan kewajiban Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang tidak dipenuhi oleh perusahaan SMGR dan dalam proses pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan yang baru.
“Menurut peraturan, ada tiga komitmen kewajiban SMGR di tahun 2012 yang harusnya diselesaikan dalam waktu dua tahun oleh SMGR yang hingga sekarang tidak terpenuhi, antara lain Lahan Konpensasi (Hutan Ganti Hutan), GRT (Ganti Rugi Tegakan) dan Rehabilitasi Hutan,” ungkap Agus.
Agus mengatakan, setelah belasan tahun komitmen dan kewajiban SMGR kepada negara tidak dipenuhi juga oleh SMGR, sehingga ia dan kawan-kawan beberapa kali telah melakukan aksi protes di Kementerian LHK dan di Kantor SMGR di Jakarta, tetapi tidak pernah ada respon positif dari KLHK dan SMGR.(*)