Anak Usaha Harita Group Tetap Menambang Nikel di Wawonii Sultra Diduga Secara Melawan Hukum

oleh

MEDAN – Anak usaha PT Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) seluas kurang lebih 1.800 Ha, terdiri dari izin seluas 900 Ha dan 955 Ha, terus manambang nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulewesi Tenggara dengan secara melawan beberapa aturan pemerintah akibat menafsirkan sendiri Putusan MK dan Putusan PTUN Jakarta. 

“Aktivitas GKP ini pun terkesan malah dibiarkan berlangsung oleh oknum aparat penegak hukum setempat. Mulai dari Pemda tingkat kecamatan, kabupaten hingga tingkat provinsi serta Pusat bak seirama membiarkan perbuatan GKP itu,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Sabtu (13/4/2024) di Medan. 

Dikatakan Yusri, sebagaimana dilansir media Bethita.id edisi 8 Maret 2022,  perlakuan istimewa aparat menunjukan PT GKP bukan perusahaan sembarangan.

“Sebab, menurut dia, malah Dirjen Minerba Kementerian ESDM  pada Januari 2022 dengan surat Nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 dan surat nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tanggal 7 Februari 2022 telah menyebut bahwa IUP PT GKP ini termasuk salah satu dari 1.036 IUP yang mendapatkan sanksi administrasi berupa penghentian sementara karena telah lama tidak menyerahkan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB), termasuk PT GKP,” beber Yusri. 

Berita Terkait :   Sahidin Minta Gakkum KLHK dan Kepolisian Segera Tindak PT GKP

Semetara itu, lanjut Yusri, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Koral bersama PBI, Ekomarin dan TAPAK, sebagaimana dilansir Jaringnusa.id 27 Maret 2024, PT GKP khususnya telah salah menafsirkan dan melanggar Keputusan Makamah Konstitusi RI Nomor Perkara 35/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Maret 2024 yaitu melarang Para Pihak berperkara termasuk PT GKP untuk menambang di Pengeloalaan Wilayah Pesisir atau Pulau Pulau Kecil (PWP3K).

Dikatakan Yusri, mengingat Makamah Konstitusi menolak gugatan PT GKP tersebut, maka implikasi dari keputusan itu antara lain, Norma Pasal 23 ayat (2) UU PWP3K yang melarang kegiatan pertambangan berikut sarana dan prasarana selain untuk kegiatan yang diprioritasnya tidak bertentangan dgn UUD 1945. 

“Selain itu, Norma Pasal 35 huruf K UU PWP3K yang mengatur kegiatan pertambangan dilarang secara multlak tanpa syarat tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Yusri. 

Terbaru, lanjut Yusri, pada akhir Maret 2024 hingga April 2024 persisnya beberapa hari sebelum Lebaran, masyarakat setempat mengirim video diduga akibat PT GKP yang malah menunjukan GKP secara vulgar seolah-olah menantang aparat penegak hukum dengan mengatakan siapa yang berani menghentikan operasi mereka yang katanya telah melanggar hukum dan merusak lingkungan. 

Berita Terkait :   Putusan MA Menangkan Gugatan Warga Pulau Wawonii Terhadap Menteri LHK dan PT GKP, CERI: Tidak Boleh Ada Kegiatan Tambang Lagi

“Padahal, GKP secara terang-terangan sejak akhir Maret 2024 hingga April 2024, telah memuat bijih nikel sebanyak 7 tongkang. Anehnya, oknum aparat bukan hanya membiarkan, tetapi terkesan sangat terkesan melindungi aktifitas GKP itu,” kata Yusri. 

Padahal, lanjut Yusri, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada 18 Maret 2019 lalu telah membeberkan bahwa penerbitan IUP di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan dan Pulau Kabena, Sulawesi tenggara menunjukkan ketidakwajaran. Pasalnya, IUP di kedua pulau itu diberikan untuk hampir seluruh pulau. 

“Pertengahan September 2023 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan (IPPKH) anak perusahaan Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan (Konkep). Sulawesi Tenggara,” beber Yusri. 

Berita Terkait :   Sahidin Minta Gakkum KLHK dan Kepolisian Segera Tindak PT GKP

Selain itu, lanjut Yusri, Mahkamah Konstitusi sesuai putusan Nomor Perkara 35/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Maret 2024 telah memutuskan menolak gugatan GKP dan GKP tidak boleh melakukan penambangan di tematn Pengolaan Wilayah Pesisir Pulau Pulau Kecil Sebagaimana diatur pada UU Nomor 27 Tahun 2007.

“Harusnya dengan keluarnya putusan MK itu sudah final dan mengikat. Makanya, Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Konawe Kepulaan yang mengatur alokasi ruang Tambang telah dihapus dan dibatalkan. Sehingga para pihak yang nyata melanggar harus ditindak dengan hukum pidana,” ungkap Yusri. 

Tapi anehnya, lanjut Yusri, mengapa PT GPK berani secara terang benderang melalukan didepan masyakarat pada April 2024 itu menjadi tanda tanya besar adakah hukum dinegeri ini?

“Sebab, menurut siaran pers resmi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 1 April 2022  telah melaporkan Dugaan Pelanggaran Aparat Polda Sultra dan Polres Kendari terkait akitifatas tambang PT GKP ke Propam POLRI,” pungkas Yusri.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.