PEKANBARU – Proses pengadaan barang dan jasa senilai triliunan Rupiah di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) selama ini disinyalir telah bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN RI Nomor PER – 08/MBU/ 12/2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.
“Sinyalemen ini kami temukan terhadap proses pengadaan barang dan jasa di PHR. Salah satunya pada pengadaan nomor SPHR00605A dengan judul tender Construction Services Work Unit Rate Earthwork (CS WUR EW) – Non Well Development General Package,” ungkap Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi, Kamis (7/9/2023) di Pekanbaru.
Menurut Hengki, pada dokumen Instruksi Kepada Peserta Tender (IPT) pengadaan nomor SPHR00605A, jelas menyebutkan tidak mensyaratkan jaminan penawaran (bid bond).
Selain tender CS WUR EW, sebelumnya PHR juga telah melakukan tender WUR MD bernilai Rp 700 miliar dan tender Line Pipe API 5 L dengan Pipe Pile ASTM A-252. Nilai pengadaan ini mencapai Rp 1 Triliun. Ternyata tender ini juga tidak mensyaratkan jaminan penawaran.
“Padahal, dalam Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan PT Pertamina Hulu Energi, pada BAB VIII tentang Jaminan, tepatnya pada poin C.1. menyebutkan, Jaminan penawaran dipersyaratkan untuk pelelangan dengan nilai HPS/OE lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar Rupiah),” ungkap Hengki.
Menurut pengamatan CERI, lanjut Hengki, pengadaan semacam pengadaan nomor SPHR00605A dengan judul tender Construction Services Work Unit Rate Earthwork (CS WUR EW) – Non Well Development General Package itu lazimnya bernilai Rp 300 miliar hingga Rp 400 miliar.
Lagipula menurut Hengki, syarat jaminan penawaran itu tujuannya untuk melindungi kepentingan Pertamina agar dapat kepastian pasokan kebutuhan operasinya dari vendor atau kontraktor yang kredibel, bukan rekanan spekulan.
Lebih lanjut Hengki mengutarakan CERI telah melayangkan surat konfirmasi secara tertulis kepada manajemen PHR perihal jaminan penawaran pada setiap tendernya.
“Corporate Secretary PHR Rudi Ariffianto memberikan jawaban yang menurut kami malah terkesan menyesatkan dan tak memahami esensi yang kami tanyakan. Substansi pertanyaan kami adalah terkait jaminan pelaksanaan yang tidak diberlakukan untuk tender yang kami duga bernilai ratusan miliar. Jawaban Rudi malah normatif dengan mengatakan pengadaan tersebut tidak menggunakan metode pelelangan namun menggunakan metode pemilihan langsung. Kami tidak mempersoalkan metode tender, yang menjadi persoalan penting itu kenapa tidak ada jaminan penawaran, sebab kamipun paham skema gross split dalam PSC PT PHR di blok Rokan ” ungkap Hengki.
Dalam jawaban tertulisnya melalui surat nomor 134/PHR-83000/2023-S0, Rudi menyatakan bahwa pada pengadaan nomor SPHR00605A, PHR mengacu pada Pedoman Pengadaan A7-001 dengan menggunakan metode pemilihan langsung dan bukan menggunakan metode pelelangan, dengan kata lain tidak mengikuti ketentuan pada BAB VIII tentang Jaminan poin C.1.
“Padahal Pasal 10 Poin 4 Peraturan Menteri BUMN RI Nomor PER – 08/MBU/ 12/2019 menyatakan, Direksi dapat mengatur persyaratan adanya jaminan penawaran (bid bond) dalam proses tender/ seleksi umum atau tender terbatas/ seleksi terbatas, kecuali dalam hal penyedia barang dan jasa adalah BUMN atau eks BUMN,” ungkap Hengki.
Pasal pada Peraturan Menteri BUMN itu menurut Hengki jelas sekali menggunakan terminologi adanya jaminan pelaksanaan pada tender maupun tender terbatas.
“Sedangkan pada Pasal 10 Poin 2.a Peraturan Menteri BUMN RI Nomor PER – 08/MBU/ 12/2019 itu menyatakan, Tender/ Seleksi Umum, yaitu diumumkan secara luas melalui media massa guna memberi kesempatan kepada Penyedia Barang dan Jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan. Poin ini sudah membuat terang mengenai terminologi tender,” ungkap Hengki.
Anehnya, kata Hengki, Rudi Ariffianto malah mengakui bahwa bentuk tender terbagi tiga, yakni pelelangan, pemilihan langsung dan penunjukan langsung.
“Jika melihat keterangan Corsec PHR ini, makin jelas terlihat adanya pelanggaran. Dia menyatakan menggunakan metode pemilihan langsung, bukan metode pelelangan, yang merupakan bagian dari tender, tapi tidak mensyaratkan jaminan penawaran. Sedangkan peraturan menteri BUMN menyatakan tender merupakan cara pengadaan barang dan jasa guna memberi kesempatan bagi penyedia barang dan jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan. Sementara, jika merujuk pedoman A7-001, untuk pelelangan bernilai di atas Rp 10 miliar diwajibkan menyerahkan jaminan penawaran,” ungkap Hengki.
Sehingga, lanjut Hengki, jika melihat fakta pada pengadaan di PHR, memperhatikan Pedoman Pengadaan A7-001, serta merujuk pada Peraturan Menteri BUMN Nomor PER – 08/MBU/ 12/2019, maka CERI mempertanyakan, apakah Corsec PHR Rudi Ariffianto mau menyatakan bahwa PHR mau mengabaikan aturan Menteri BUMN?
“Apakah aturan tender di PT PHR lebih tinggi dari aturan tender menurut Permen BUMN inilah yang harus dijelaskan oleh PT PHR,” ungkap Hengki.
Kerugian PHR
Hengki menjelaskan, secara substansi lazimnya jaminan penawaran dalam sistem pengadaan barang dan jasa adalah untuk melindungi kepentingan pengguna barang dan jasa dalam hal ini PT PHR dari peserta pengadaan yang telah dinyatakan sebagai pemenang tender.
“Namun belakangan baru mengetahui tawaran itu berpotensi rugi kemudian dengan seenaknya perusahaan pemenang tersebut mengundurkan diri, hal itu berpotensi PHR tidak mendapat kepastian,” pungkas Hengki.(*)