JAKARTA – Sejak diberlakukannya Surat Keputusan (SK) Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Holding Nomor Kpts-06/COOOOO/2022-SO tanggal 15 Maret 2022 yang ditandatangani oleh Nicke Widyawati tentang Penguatan Aspek Health Safety Security Environment (HSSE) di lingkungan kerja Pertamina, tampaknya implementasinya tidak konsisten alias tebang pilih.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Senin (10/4/2023) di Jakarta.
“Tentu akibat ketidakkonsistenan itu tidak menjadikan timbul efek jera yang membuat petugas operasi harus taat SOP safety, sehingga terus saja terjadi kecelakan kerja dan kebakaran yang beruntun setelah SK Dirut soal aspek HSSE itu diberlakukan,” beber Yusri.
Faktanya, ungkap Yusri, ada kecelakan kerja beruntun yang terjadi di Wilayah Kerja Migas PT Pertamina Hulu Rokan. Di antaranya mengakibatkan meninggalnya tiga pekerja PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di kontainer limbah B3 WK Migas Blok Rokan pada 24 Febuari 2023 lalu. Setelah itu terjadi lagi kecelakaan kerja pada 17 Maret 2023 di WK Migas Rokan Hilir. IP luka berat setelah kaki kanannya terjepit di boom crane. Sehingga total sebanyak 11 orang telah meninggal dunia sejak SK Dirut tersebut.
“Itu baru pada kegiatan di sektor hulu saja. Namun anehnya, hanya Eksekutif Vice President (EVP) Upstsream Business PT Pertamina Hulu Rokan, Fery Sriwibowo saja yang dicopot dari jabatannya terhitung 24 Januari 2023 akibat kejadian fatality tanggal 18 Januari 2023 di Rig ACS -06, sumur Minas 5D-28, Blok Rokan. Padahal saat terjadi fatality Fery dalam status cuti kerja dan baru masuk tanggal 20 Januari 2023,” ungkap Yusri.
Namun, lanjut Yusri, setelah terjadi fatality yang menewaskan tiga pekerja di kontainer limbah B3 di WK Rokan dan kecelakaan kerja pada 17 Maret 2023, hingga saat ini manajemen Pertamina tidak melakukan tindakan apapun terhadap pejabat yang bertanggungjawab.
Padahal kata Yusri, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Riau pada 10 Maret 2023, dalam amar putusannya Harry Rahmady sebagai karyawan PT PPLI secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran tidak melaksanakan kewajiban membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan kerja (P2K3) di WK blok Rokan PT PHR.
“Kemudian fatality terjadi di Pertamina hilir, pipa TBBM Plumpang, Jakarta terbakar pada 3 Maret 2023 yang telah menyebabkan 33 meninggal dunia, puluhan luka-luka dan ratusan rumah rusak dan terbakar. Setelah itu, terjadi kebakaran kapal tangker BBM MT Kristin di perairan Nusa Tenggara Barat pada 26 Maret 2023, yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia,” lanjut Yusri.
Terakhir, sambung Yusri, kebakaran yang baru saja terjadi di Kilang Dumai, Riau pada 1 April 2023. Kebakaran terjadi pada flash area make up gas compresor HCU-211. Akibatnya, puluhan rumah di sekitar kilang rusak.
“Jadi, jika merujuk SK Dirut soal HSSE terbaru itu, kami tidak melihat kesungguhan manajemen Pertamina menerapkan sanksinya bagi penanggungjawab operasi atas kejadian kecelakaan kerja di sektor hulu dan kebakaran TBBM Plumpang dan kilang Dumai,” ungkap Yusri.
Yusri menegaskan, SK Dirut Pertamina soal HSSE tersebut mempunyai konsekuensi Jabatan yang bersifat tanggung jawab mutlak atau Strick Liability yang diberlakukan bagi pejabat Kepala Teknik atau General Manager setara, yang memimpin kegiatan operasi yang karena jabatannya memegang tanggung jawab penuh dan tertinggi di wilayah terjadinya NoA atau Fatality.
“Lantaran, sejak awal kami sudah menyatakan pencopotan Direktur Dukungan Bisnis Pertamina Holding Dedi Sunardi oleh Menteri BUMN Erick Tohir, tidak relevan dengan SK Dirut Pertamina. Oleh sebab itu, kami sangat berharap Dirut Pertamina bisa menjelaskan kebijakannya dalam menerapkan sanksi sesuai SK Dirut Pertamina tentang HSSE selambat-lambatnya seminggu sejak berita ini kami rilis,” ungkap Yusri.
“Kemudian apakah benar informasi yang beredar bahwa Ibu Dirut ada mendapat ancaman dari cowboy senayan jika akan menerapkan sanski sesuai SK Dirut tersebut? Jawaban Dirut Pertamina tentu akan kami jadikan dasar apakah kami perlu menggugat SK Dirut di Pengadilan untuk menjadikan pengetahuan umum dan pembelajaran,” ungkap Yusri.
Perlu diingat, kata Yusri, faktor kesehatan dan keselamatan kerja serta menghindari dampak negatif lingkungan harusnya menjadi prioritas utama dalam mengelola sektor migas yang mudah meledak dan terbakar.(*)