JAKARTA – Analisis Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) tentang potensi makin amburadulnya penataan energi dan sumber daya alam di bawah kendali Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM, dibenarkan oleh sejumlah kalangan.
“Salah seorang mantan pejabat tinggi Migas tadi pagi menyatakan kepada kami bahwa beliau membenarkan analisis kami. Ia menambahkan, LPG itu sudah produk akhir gas, tinggal pakai saja. Yang dihilirisasi itu gas alam sangat tergantung komposisi kandungan C1, C2, C3 dan C4 dan seterusnya dalam gas alam tersebut, itu sebagai dasar menghitung keekonomian dari gas alam tersebut,” ungkap Hengki.
“Jika kandungan C3 dan C4 cukup banyak dan ekonomis, maka gas tersebut bisa diekstrak C3 dan C4 untuk jadi LPG dan C5 seterusnya jadi kondensat untuk bahan baku industri petrokimia, jadi bernilai ekonomi hilirisasinya,” lanjut Hengki.
Kemudian, lanjut Hengki, mantan pejabat tinggi Migas itu menjelaskan, C1 dan C2 bisa dialirkan menjadi gas pipa ke PLTG dan industri lainnya serta masuk ke Jargas untuk kebutuhan rumah tangga, yang jika sudah memiliki infrastruktur pipa bisa dialirkan lewat pipa, jika belum ada infrastrukturnya dan harus dibawa ke tempat jauh maka dikemas menjadi LNG.
“Jadi gas alam masih campuran dari fraksi-fraksi gas yang harus dipisahkan kandugan C1 dan C2 saja dan C3 dengan C4 dipisahkan menjadi LPG, kemudian C5 seterusnya menjadi kondesat yang masih bernilai ekonomis, semua bisa diproses di plant,” ungkap Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, Rabu (21/8/2024) pagi.
Dikatakan Hengki, mantan pejabat tinggi Migas itu juga megutarakan, jika mau menaikkan lifting minyak, harus dapat temuan besar atau giant discovery dan melakukan optimalisasi dari sumur tua, yang mau tidak mau dengan menerapkan teknology EOR (Enhanced Oil Recovery), baik menggunakan injeksi steam untuk crude oil yang masih mudah diangkat dan tidak lengket di reservoar atau menggunakan chemical yang sesuai untuk melarutkan crude tersebut sehingga bisa dilifting kembali namun semuanya tetap harus dihitung keekonomiannya.
“Upaya untuk menaikkan efisiensi BBM harusnya pihak pemerintah segera mendorong penggunaan mobil hybrid karena bisa menurunkan konsumsi BBM sampai dengan 30 persen karena hybrid lebih flexible, tidak perlu charging baterai seperti Full EV, dengan pemakaian mobil hybrid, pemakaian BBM akan turun 30 persen. Nah, harusnya sudah mulai dilarang jual mobil yang bukan hybrid,” lanjut Hengki mengutip penjelasan mantan pejabat tinggi Migas tersebut.
Masih menurut mantan pejabat tersebut, kata Hengki, pontensi amburadulnya pengelolaan energi dan sumber daya alam pasti ada, apalagi Bahlil sebagai ketua umum partai politik.
“Bahlil dijadikan Menteri ESDM diduga hanya dalam rangka mengamankan bisnisnya orang-orang tertentu di bidang tambang mineral serta Migas,” pungkas Hengki.
Akhirnya, mantan pejabat tersebut, kata Hengki, hanya bisa berharap Prabowo nanti sadar bekerja untuk negara dan rakyat sesuai dalam pidatonya dan mencari orang-orang yang kompeten dan jujur untuk membantunya. “Kasihan negara dan rakyat kita lah,” ungkap mantan pejabat itu. (*)