CERI: Gawat, 90 Persen Lahan Tambang Emas PT BMU yang Diduga Ilegal Berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser

oleh
Tambang bijih besi yang digarap oleh Koperasi Serba Usaha [KSU] Tiega Manggis di Aceh Selatan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

JAKARTA – Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mengaku heran atas perilaku pejabat di jajaran Pemerintah Aceh mulai dari tingkat provinsi hingga Kabupaten Aceh Selatan. Pasalnya tak satu dari mereka yang memiliki kewenangan tetapi terkesan  tidak mau menindak dugaan praktek tambang emas ilegal PT Beri Mineral Utama. 

Padahal, jika dari perspektif Pasal 33 UUD, semua sumber daya alam itu milik rakyat dikuasai negara dan di urus sebaik baiknya untuk kemakmuran rakyat, bukan kepentingan mafia tambang.

“Kami tidak habis pikir terhadap jajaran pemerintah Aceh, mulai dari Propinsi hingga Kabupaten Aceh Selatan, khususnya aktifitas di Desa Simpang Tiga, Kecamatan Kluet Tengah yang telah membiarkan terjadinya praktek tambang emas ilegal oleh PT Beri Mineral Utama (BMU) yang ternyata 90 persen IUP OP komoditas bijih besi berada dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL),” ungkap Yusri, Jumat (21/7/2023).

Yusri juga menyayangkan sikap Kepala DLHK Aceh A Hanan ketika dikonfirmasi mengenai status lahan tambang PT BMU di KEL. Alih-alih memastikan status lahan tersebut, ia malah meminta CERI mengkonfirmasi ke Kepala Dinas ESDM Aceh Mahdinur. 

Cilakanya, sebelumnya CERI sudah mengkonfirmasi kepada Mahdinur, ia malah mengatakan agar mengkonfirmasi mengenai status lahan tambang itu ke Kepala Dinas DLHK Aceh, ini  sudah seperti gosokan baju,  bolak balik alias buang badan.

Saat CERI menyampaikan kepada Hanan tentang jawaban Mahdinur, dia Hanan posisinya lagi di luar kota, ia malah meminta CERI untuk bertanya kepada Sekretaris Dinas DLHK Aceh. Namun saat ditanyakan berapa nomor telepon Sekretaris Dinas LHK  itu, Hanan malah membisu.

Tak hanya itu, Yusri juga mengatakan pihaknya mempertanyakan sikap penegak hukum atas praktek tambang ilegal itu. 

“Kami juga mempertanyakan mengapa penegak hukum terkesan ikut membiarkan proses perusakan kawasan Ekosistem Lauser oleh kegiatan diduga ilegal oleh PT BMU,” tegas Yusri. 

Sebab, kata Yusri, IUP OP PT BMU adalah untuk menambang bijih besi. Tetapi PT  BMU malah menambang emas, sehingga bisa diklasifikasikan ilegal mining menurut UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. 

“Padahal kawasan Ekosistem Lauser itu merupakan warisan dunia telah ditetapkan oleh Komite Warisan Dunia Unesco pada tahun 2004  dan merupakan paru-paru dunia, jadi soal menjaga KEL bukan hanya untuk kepentingan penduduk Aceh saja,” kata Yusri. 

Yusri menjelaskan, informasi bahwa lokasi tambang PT BMU lebih 90 persen masuk KEL belakangan baru terungkap setelah Kadis ESDM Aceh Mahdinur meyakinkan CERI dengan memberikan hasil ploting lokasi tambang PT BMU berada di areal berstatus Areal Penggunaan Lainnya (APL), bukan kawasan hutan.

“Informasi yang diberikan Kadis ESDM Aceh awalnya belum meyakinkan kami, namun setelah melakukan cross check ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), barulah diketahui berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser,”  kata Yusri.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, Pasal 150 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa Pemerintah Pusat menugaskan Pemerintah Aceh untuk melakukan pengeloaan KEL wilayah Aceh dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari,” ulas Yusri.

Lanjut Yusri, aturan diatas jelas bahwa Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dilarang mengeluarkan izin pengusahaan hutan didalam KEL, apalagi izin tambang jelas dilarang.

Jadi kata Yusri, jika Pemerintah Aceh tak bisa menerima amanah menjaga  Kawasan Ekosistem Leuser ?, “apa perlu kewenangan itu ditarik ke Pusat,” tanya Yusri.

Saham Anak Irwandi Yusuf

Telisik punya telisik, belakangan CERI juga menemukan bahwa diduga kuat ada kepentingan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada aktifitas PT BMU. 

Yusri membeberkan, indikasi keterlibatan Irwandi Yusuf antara lain terungkap saat CERI menemukan bahwa pada akta perusahaan PT BMU terakhir, muncul nama Khartiwi Ben Daud sebagai Direktur PT BMU. 

“Sepengetahun kami, nama Khartiwi Bin Daud merupakan ajudan pribadi Irwandi Yusuf semasa menjabat sebagai Gubernur Aceh. Kedekatan Khartiwi dengan Irwandi sudah sangat dipahami publik,” kata Yusri. 

Sinyalemen kepentingan Irwandi Yusuf pada tambang emas ilegal PT BMU, juga terlihat dari kepemilikan saham anak Irwandi Yusuf bernama Teguh Agam Meutuah.

Yusri membeberkan, ketika PT BMU mendapat IUP dari Bupati Aceh Selatan pada 24 Januari 2012 pemegang saham PT BMU yang didirikan pada 24 Oktober 2011 di hadapan Notaris Nadia SH M.KN di Kota Banda Aceh adalah Teguh Agam Meutuah Rp 2,2 miliar, Khartiwi Ben Daud Rp 2,2 miliar, Alimin Rp 1,1 miliar, Ermitati Rp 3,3 miliar, Furqansyah Rp 1,1 miliar dan Susi Nelvita Rp 1,1 miliar. 

“Pada tahun 2011, kita ketahui bahwa Irwandi Yusuf sudah menjadi Gubernur Aceh dan Khartiwi Ben Daud menjadi ajudan pribadi Irwandi,” kata Yusri. 

Belakangan, kata Yusri lagi, pada 7 Agustus 2012 dilakukan perubahan anggaran dasar PT BMU dimana susunan pemegang saham menjadi Teguh Agam Meutuah Rp 13,2 miliar, Hasni Rp 1,32 miliar, Khartiwi Ben Daud Rp 3,08 miliar, Alimin Rp 4,4 miliar, Ermitati Rp 6,6 miliar, Muhammad Zaini Rp 2,2 miliar, Furqansyah Rp 4,4 miliar, Susi Nelvita Rp 4,4 miliar, Khatijah Rp 440 juta, Jamalul Hadi Rp 1,32 miliar, Siti Khairiana Rp 1,32 miliar dan Zahrul Amal Rp 1,32 miliar. 

Terakhir pada 31 Agustus 2021, kembali dilakukan perubahan anggaran dasar PT BMU dimana pemegang saham menjadi Hasni Rp 1,32 miliar, Khartiwi Ben Daud Rp 7,48 miliar, Alimin Rp 4,4 miliar dan Ermitati Rp 30,8 miliar. 

“Jadi kami melihat ada benang merah atau kaitan kuat antara BMU dengan Irwandi Yusuf. Kami menduga Khartiwi mewakili kepentingan Irwandi di PT.BMU,” kata Yusri.

Sementara itu, menjawab konfirmasi CERI, Hanum dari PT BMU mengatakan dalam akta notarisnya saat ini tidak ada nama anak Irwandi Yusuf di dalam perusahaannya, sudah dilepas sahamnya.

Namun, saat Yusri meminta ia memperlihatkan kordinat lokasi tambang dan akta notaris sejak awal pendirian PT.BMU, Hanum tak memberikannya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.