MEDAN – PT Hutahaean, sebuah perusahaan besar dengan aset mencapai setengah triliun Rupiah dan mempekerjakan lebih dari 2.000 karyawan, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Medan karena tagihan hutant sebesar Rp746 juta.
Padahal, menurut tim kuasa hukum perusahaan PT Hutahaean Ranto Sibarani, posisi keuangan PT Hutahaean dalam keadaan baik dan profit serta telah setuju untuk membayarkan tagihan tersebut dalam Proposal Perdamaian.
Putusan tersebut dinilai janggal oleh tim kuasa hukum PT Hutahaean yang menuduh bahwa majelis hakim yang menangani perkara tersebut telah mengabaikan niat baik perusahaan dalam membayarkan tagihan kreditor serta proposal perdamaian yang telah ditandatangani oleh debitor, kreditor, dan tim pengurus.
“Kami telah menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Kami menduga putusan Pailit terhadap PT Hutahaean adalah suatu hal yang sangat berlebihan dan terburu-buru,” ucap Ranto Sibarani didampingi Kamaruddin Pane kepada sejumlah wartawan di Medan, Minggu (16/7/2023).
Selain itu, tim kuasa hukum PT Hutahaean juga menyoroti besarnya biaya dan jasa imbalan tim pengurus sebesar Rp2,5 miliar yang dinilai tak sesuai dengan Pasal 6 Permenkumham Nomor 18 Tahun 2021 yang mengatur bahwa imbalan jasa pengurus tersebut paling besar 7,5% dari jumlah yang harus dibayarkan.
“Jumlah tersebut dianggap sangat tidak masuk akal jika dibandingkan dengan jumlah tagihan kreditor dalam perkara tersebut,” ucap Ranto.
Tim kuasa hukum PT Hutahaean telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung dan akan mempelajari terkait putusan pailit dan besarnya biaya dan jasa tim pengurus yang dinilai tak sesuai dengan regulasi.
“Seluruh supplier, rekanan bisnis, konsumen, dan karyawan PT Hutahaean diimbau untuk tidak kuatir terhadap keadaan pailit tersebut karena perusahaan dalam keadaan baik-baik saja dengan aset yang nilainya mencapai triliunan rupiah,” tegas Ranto.(*)