Menteri ESDM Tak Kunjung Siapkan Pengganti Dwi Soetjipto, CERI Sarankan Presiden Segera Tunjuk Pelaksana Tugas yang Mumpuni

oleh

JAKARTA – Hingga berakhirnya masa jabatan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada 30 November 2022, Menteri ESDM tak terlihat melakukan persiapan proses pengisian jabatan tersebut. 

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, Rabu (30/11/2022).

“Jika merujuk Keputusan Presiden Nomor 57/M Tahun 2018 tertanggal 30 November 2018, maka setelah empat tahun, jabatan Kepala SKK Migas yang dijabat Dwi Soetjipto berakhir hari ini, 30 November 2022. Tapi anehnya, Menteri ESDM tidak memproses calon pengganti sebelum berakhir jabatannya,” ungkap Yusri.

Lazimnya, kata Yusri, setidaknya tiga bulan sebelum berakhirnya jabatan Kepala SKK Migas, Menteri ESDM sudah melakukan proses fit and proper test untuk mencari kandidat terbaik. 

Sebab, kata Yusri, sesuai amanat Perpres Nomor 36 Tahun 2018 Penyelenggaraan Pengelolaan Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur perubahan Pasal 4 Perpres Nomor 9 Tahun 2013, menyatakan Komisi Pengawas SKK Migas bertugas memberikan pertimbangan terhadap usulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala SKK Migas. Ketentuan ini menurut Yusri tentunya membutuhkan waktu untuk pelaksanaan prosesnya. 

“Sehingga timbul pertanyaan menggelitik, apakah ada upaya memperpanjang jabatan atas perintah istana? Jika ada upaya memperpanjang jabatan lagi, akan menimbulkan tanda tanya besar siapa pembisik yang bisa menyesatkan Presiden ?,” ungkap Yusri.

Sebab, lanjut Yusri, selama menjabat sebagai Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto ‘berhasil’ dengan sukses menurunkan lifting Migas dari 2,03 juta barel setara minyak, terdiri dari minyak 775.000 barel perhari dan gas 1,25 juta barel setara minyak pada akhir tahun 2018, menjadi hanya 1,57 juta barel setara minyak, terdiri dari minyak 613.000 barel perhari  saat ini, bukan menaikan lifting.

“Apalagi pengangkatan Dwi Soetjipto sebagai Kepala SKK Migas pada 2018 dianggap  kontroversial oleh banyak orang, lantaran umurnya saat itu sudah 63 tahun. Sehingga agar tidak melanggar aturan, terpaksa dirubah pasal 12 Ayat 1 yang membatasi umur 60 tahun dari Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013, menjadi Perpres Nomor 36 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi,” ungkap Yusri.

Terbukti, kata Yusri, keistimewaan yang diberikan untuk kepentingan Dwi Soetjipto saat itu dengan merubah PERPRES, malah berbanding terbalik dengan kinerja sektor hulu migas yang kian anjlok saat ini. 

“Oleh sebab itu, sebelum terlambat untuk menyelamatkan sektor hulu migas nasional dan kian terpuruk lebih dalam, Presiden Jokowi harus segara menunjuk Pelaksana Tugas Kepala SKK Migas yang memang sangat memahami tata kelola sektor hulu migas,” tukas Yusri.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.