JAKARTA – Puluhan warga yang mengatasnamakan dari Aliansi Rakyat Peduli Keadilan dan Hukum (ARPKH) Kabupaten Bungo Jambi menggelar aksi unjuk rasa di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (28/9/2029) lalu.
Mereka menyampaikan sejumlah aspirasi, di antaranya mengenai adanya dugaan penambangan ilegal oleh cukong atau tuan takur di wilayahnya, mereka sudah tidak percaya lagi terhadap Polres dan Polda Jambi dalam menertibkan mafia tambang di Bungo Jambi.
Selain itu, mereka juga meminta kepada Kapolri untuk turun langsung memeriksa dan menangkap petinggi PT Karya Bungo Pantai Ceria (KBPC) yang diduga melakukan praktek tambang batubara ilegal, praktek mafia tanah, hukum dan penggelapan pajak.
Aliansi meminta Juga Kapolri untuk segera periksa dan segera copot penyidik Polres Bungo berinisial EB yang diduga melakukan praktek maladministrasi dalam penanganan perkara, termasuk mereka meminta Kementerian ESDM menindak penambang nakal yang tidak melakukan reklamasi paska tambang.
Menyikapi kondisi tersebut, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Sabtu (1/10/2022) di Jakarta mengutarakan, sangat prihatin dan dapat memahami sikap pengunjuk rasa akibat merasa diperlakukan tidak adil oleh oknum Polisi di Polres dan Polda Jambi, sehingga dengan penuh resiko mereka datang dari jauh, yaitu Kabupaten Bungo Jambi untuk berorasi secara lantang di depan Mabes Polri, karena viral terdeteksi oleh LPPHI (Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia).
Kata Yusri, Itu bentuk ekspresi puncak rasa frustasi masyarakat disekitar tambang terhadap ketidak adilan yang mereka rasakan oleh oknum aparat penegak hukum setempat yang dicurigai lebih berpihak kepada penambang yang melanggar hukum daripada berpihak kepada rakyat sebagai korban semena mena yang kata mereka dilakukan oleh mafia tambang.
Tak dapat dipungkiri menurut mereka, berdasarkan pengalaman dari kasus Sambo, bila berhadapan dengan mafia, maka yang benar bisa salah dan yang salah bisa benar, ini kacau, jadi tergantung selera kemauan konsorsium mafia itu saja, ternyata praktek itu memang marak di tanah air, ironis memang bagi rakyat yang tak mampu, kata Yusri.
“Kami banyak dengar dari berbagai sumber, tambang batubara atau stock pile yang dikelola oleh PT KBPC, yang dimiliki Syamsudin sebagai Owner itu kabarnya berlokasi di wilayah PT Nusantara Termal Coal (NTC). Izin tambang NTC itu sudah dicabut pada tahun 2015 lalu oleh Kementerian ESDM karena bermasalah,” beber Yusri.
Selain itu, kata Yusri, berdasar informasi masyarakat disekitar tambang, diduga kuat PT KBPC menggunakan izin tambang milik PT Brasu yang kordinatnya berada di lokasi lain namun digunakan untuk mengeruk batubara di lokasi NTC.
Jika informasi masyarakat itu benar, maka praktek itu namanya pencurian sumber daya alam yang melanggar UU Minerba, ancaman hukumannya 5 tahun dan dendanya bisa mencapai Rp 100 miliar sesuai Pasal 158 UU Minerba nomor 3 tahun 2020, kata Yusri.
Untuk pembuktiannya dilapangan sangat mudah, lakukan shooting kordinat dilokasi tambang, kemudian masukan data floting kordinat ke peta geospacial atau check ke Portal ESDM MODI, akan diketahui posisi tambang itu masuk kawasan mana, hal itu sebetulnya merupakan tugas Inspektur Tambang dan Dinas ESDM Propinsi Jambi, kata Yusri.
“NTC ini merupakan perusahaan PKP2B seluas 100.000 hektar yang sudah dicabut izinnya, lalu berubah status menjadi WPN (Wilayah Pertambangan Nasional) sesuai dengan UU Minerba, haram hukumnya menambang dikawasan itu tanpa memiliki IUP Operasi Produksi,” ungkap Yusri lagi.
Jika sudah memiliki IUP Operasi Produksi dan dokumen AMDAL, maka perusahaan harus memiliki Kepala Teknik Tambang dan memohon persetujuan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) ke Ditjen Minerba Kementerian ESDM, termasuk harus mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan jika lokasi masuk dalam kawasan hutan, jika semua persyaratan itu sudah dipenuhi, barulah boleh beroperasi tambangnya, jika belum terpenuhi semua syarat diatas tetapi menambang, ya ilegal lah namanya, kata Yusri.
Terkait hal itu, Yusri menyatakan pihaknya sudah melayangkan konfirmasi kepada Direktur PT KBPC Jimmy Syamsudin pada Jumat (30/9/2022) pagi.
Yusri mengatakan, dalam permintaan informasi dan konfirmasi itu, pihaknya menanyakan terkait ada sekelompok masyarakat Bungo Jambi telah berunjuk rasa di Mabes Polri yang telah melaporkan kegiatan PT KBPC di Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Namun, hingga berita ini dilaporkan Sabtu pagi, belum ada keterangan apa pun dari Jimmy Syamsudin sebagai Direktur PT KBPC.
Sementara itu, terkait konflik PT KBPC dengan masyarakat, Yusri mengutarakan, jajaran Polda Jambi seyogyanya segera merekontruksi koordinat tambang yang terlampir di IUP OP perusahaan tambang yang dianggap sebagai pemasok batubara kepada PT KBPC agar terhindar dari delik mencuri batubara dilahan bekas izin NTC yang memang kualitasnya cukup baik, kalorinya diatas 6.800 – 7.300 kal/g.
Ia menegaskan, sikap tegas dari aparat penegak hukum sangat penting dilakukan segera lantaran adanya potensi kerugian negara meliputi kehilangan pendapatan dari royalti dan PNBP serta pajak badan.
“Termasuk kerugian negara akibat terjadinya kerusakan lingkungan, karena tidak menjalankan kaidah pertambangan yang baik dan benar atau Good Practice Mining,” kata Yusri.
Selain itu, Yusri juga meminta jajaran Polda Riau dan Polda Sumbar untuk segera menelisik aliran batubara dari PT KBPC ke sektor industri di kedua daerah itu, termasuk ke PT Semen Padang.
“Karena tentunya, jika terbukti praktek KBPC adalah ilegal, maka siapa pun pembelinya bisa dikatakan sebagai penadah hasil tambang curian bisa dijerat pasal pidana,” ungkap Yusri.
Langkah Divisi Propam Mabes Polri harus segera memberikan atensi khusus kepada Polda Jambi, Polda Riau dan Polda Sumbar itu menurut Yusri penting untuk dilakukan dan diberitahukan ke masyarakat agar tidak ada tudingan miring bahwa jajaran ketiga institusi penegak hukum turut kecipratan uang dari praktek tambang ilegal itu.(*)