JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan kasus tindak pidana korupsi di badan usaha PT Saka Energi Indonesia, anak usaha dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, kasus yang menjerat Saka Energi di antaranya adalah proses akuisisi sebesar 20 persen participating interest (PI) di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah.
“Saat itu Saka Energi mengakuisisi lapangan tersebut dari Sunny Ridge Offshore Limited (SROL) pada 16 Desember 2014. Akuisisi itu konon diduga atas instruksi dari induk usaha Saka, PGN, di mana saat itu posisi Direktur Utama PGN dijabat oleh Hendi Prio Santoso, yang kini duduk sebagai dirut MIND ID,” kata dia di Jakarta, Selasa (2/3).
Penjelasan Yusri, saat proses akuisisi PI tersebut, Saka mengucurkan dana sekitar USD 70 juta. Transaksi dalam aksi korporasi itu dilakukan antara dua pihak, yakni Saka Energi Exploration Production BV (SEEPBV) dan Sunny Ridge Offshore Limited (SROL). Pada Desember 2014, dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura.
Kemudian, terang Yusri, pembayaran berlanjut pada Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura. Setelah transfer dana dieksekusi, imbuh dia, pada Maret 2015, barulah Deloitte melakukan valuasi. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026.
Di satu sisi, diduga juga ada kejanggalan proses akuisisi berdasarkan catatan pajak. Dugaan jumlah kerugian negara diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar USD 101,05 juta dan nilai akhir investasi pada laporan keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar USD 31,78 juta.
Yusri menambahkan, akibat proses transaksi tersebut, Saka saat ini juga terbelit utang jumbo, di antaranya kewajiban denda pajak potensial sebesar USD 127,7 juta terkait dengan pembelian 65 persen saham di Blok Pangkah dari Hess Indonesia Pangkah Limited (HIPL) dari Hess Oil and Gas Inc (HOGI) pada 2014.
Setelah akuisisi, nama HIPL berubah menjadi Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL). Dari pembelian tersebut, Mahkamah Agung (MA) memutuskan dan meminta Saka Energi untuk bertanggung jawab atas pajak dan denda bernilai total USD 255,4 juta.
Perlu diketahui, pada Februari dan Desember 2015, Saka Energi juga menerima pinjaman dari pemegang saham sebesar USD 77,61 juta dan USD 283,12 juta.
Fasilitas peminjaman pertama akan jatuh tempo pada 6 Januari 2023. Sementara fasilitas pinjaman kedua diperpanjang sampai dengan 1 Desember 2025. Sebanyak 50 persen dari total fasilitas pinjaman harus dilunasi paling lambat 1 Desember 2024 dan sisanya paling lambat 1 Desember 2025.
Yusri menegaskan, KPK harus memanggil Hendi Prio untuk diminta penjelasannya apakah dia terlibat dan mengetahui proses akuisisi tersebut atau tidak. “Sebab saat itu pemegang otoritas tertinggi di PGN ada di tangan Hendi Prio,” terang dia.
Sekedar informasi, saham Saka saat ini sebanyak 99,997 persen dimiliki oleh PGN dan sisanya sebesar 0,003 persen dipunyai oleh PT PGAS Solution, anak usaha PGN lainnya. Saka mengelola sembilan PSC di Indonesia dan satu blok shale gas di Amerika Serikat, lima di antaranya sepenuhnya dioperasikan oleh Saka dengan kepemilikan 100 persen, yaitu PSC Pangkah, PSC Muriah, PSC South Sesulu, PSC Pekawai dan PSC West Yamdena.
Di lain pihak, baru-baru ini, dua lembaga pemeringkatan memberikan rating terhadap kinerja keuangan Saka Energi. Moody’s memberikan peringkat B2 (stabil) sementara Fitch memberikan peringkat B+ (negatif).(*)