JAKARTA – Ungkapan Henry Kissinger, mantan menteri luar negeri AS, ‘kuasai minyak, maka engkau akan kuasai bangsa-bangsa’, tampaknya dijadikan pelajaran berharga oleh mafia migas Indonesia yang membuahkan hasil mega korupsi Pertamina.
Demikian diungkapkan Pemerhati Intelijen Sri Radjasa MBA, Minggu (6/4/2025) di Jakarta.
“Konstruksi mega korupsi pertamina, tentunya dibangun melalui proses panjang, secara terorganisasi dan terukur. Oleh sebab itu kasus mega korupsi Pertamina, adalah kejahatan terorganisasi yang melibatkan pejabat negara, oligarki dan broker minyak, dengan kerugian negara sangat fantastik,” ujar Sri Radjasa.

Mata rantai kasus mega korupsi Pertamina, menurut Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), memiliki korelasi dengan kebijakan impor tahun 2012 dan sebelumnya. Termasuk ketika ditanda tanganinya kontrak kerjasama jangka panjang, pengadaan minyak mentah antara Pertamina dengan perusahaan minyak Irak (SOMO) sebanyak 2 juta barel, dengan menggunakan kilang minyak SK energy di Korea Selatan yang kemudian terjadi perpanjangan kontrak antara SOMO dengan Pertamina, dengan penambahan volume permintaan menjadi 3 juta barel per bulan, namun tidak lagi menggunakan SK Energi Korea Selatan, dialihkan ke kilang Shell di Singapura.
Yusri juga mengatakan, Proses negosiasi yang dipimpin oleh Ir Gigih Prakoso (Alm), tetapi saat penandatanganan kontrak di Irak, dipimpin Menko Perekonomian Hatta Radjasa (era Presiden SBY), tapi tidak mengikut sertakan I Gigih Prakoso yang sebelumnya sebagai ketua Tim Negosiasi.
Sebaliknya dalam rombongan pemerintah Indonesia, ada nama “Don Gasoline” Moch. Reza Chalid (MRC), kemudian diketahui diduga sebagai orang yang menyiapkan Private Jet bagi rombongan Indonesia ke Irak.
“Tidak dapat disangkal, keterlibatan MRC dalam pusaran mega korupsi Pertamina, sudah terjadi jauh sebelum terungkapnya kasus korupsi pertamina yang melibatkan anak MRC,” ungkap Sri Radjasa lagi.
Menurut Sri Radjasa, keikutsertaan MRC dalam rombongan Pertamina dan menyiapkan private jet, adalah salah satu modus korupsi yang dinamakan gratifikasi.
“Oleh karenanya Jampidsus wajib mengungkap satu mata rantai yang terlepas, dalam kasus mega korupsi Pertamina,” kata Sri Radjasa.
Sri Radjasa juga mengutarakan, terungkapnya korupsi Pertamina di sektor impor minyak mentah, BBM dan BBM subsidi serta penugasan serta pengoplosan BBM RON 90 menjadi ROB 92, ternyata baru menyentuh puncak “gunung es”.
“Jika menggunakan pendekatan struktur organisasi mafia, maka pengungkapan kasus mega korupsi Pertamina, baru pada tingkat atau jabatan Consigliere dan Caporegime, belum menyentuh pada struktur puncak organisasi mafia yang dikenal dengan nama Underboss dan Don,” pungkas Sri Radjasa.(*)