JAKARTA – Dasar hukum rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan izin tambang batubara untuk Ormas keagamaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba dan Peraturan Presiden Nomor 76/2024 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi, dinilai sebagai sangat jelas dan nyata bertentangan dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, sehingga bisa disebut sebagai aturan haram.
“Klasifikasi sebagai aturan haram bila dilihat dari perspektif Pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 tahun 2019 dan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022, dimana diatur mengenai hierarki perundang undangan yang menempatkan PP dan Perpres statusnya di bawah Undang Undang,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Rabu (31/7/2024).
Yusri menegaskan, Undang Undang ini juga berarti bahwa suatu peraturan tidak boleh bertentangan dengan atau menyimpangi peraturan yang lebih tinggi dan berlakunya dikesampingkan oleh peraturan yang lebih tinggi, jadi yang berlaku tetaplah UU Minerba yang lebih tinggi itu.
“Kami sangat prihatin bagaimana mungkin setingkat Deputy Perundang Undang Kementerian Sekretaris Negera sebagai palang pintu terakhir dalam menverifikasi dan menyetujui produk aturan hukum hasil harmonisasi antara kementerian bisa meloloskannya untuk ditanda tangani oleh Presiden,” heran Yusri.
Apalagi, kata Yusri, lahan batubara penciutan dari bekas PKP2B adalah tulang kering, sementara dagingnya telah diberikan perpanjangan kepada taipan-taipan dalam bentuk IUPK. “Ini sangat menyedihkan,” lanjut Yusri.
“Jadi apa pun alasan yang dikemukakan Presiden Jokowi entah benar entah ngak sebagai dasar pemberian izin tambang batubara di lokasi lahan penciutan dari pelepasan luasan tambang bekas PKP2B, apalagi kepada Ormas keagamaan, sangat disayangkan, sudahlah tulang kering dan haram lagi kok dikasihnya?,” tanya Yusri.
Hal itu, kata Yusri, sama saja Presiden Jokowi lagi mempertontonkan kepada rakyatnya, bahwa ia bisa sesuka hati menerapkan kebijakannya dengan melanggar UU yang berlaku.
“Hal itu seharusnya dihindari karena tidak memberikan contoh baik kepada rakyatnya dan Presiden berikutnya paska 20 Oktober 2024,” ungkap Yusri.
Berdasarkan hal-hal tersebut, lanjut Yusri, CERI sekali lagi berharap Presiden Jokowi berkenan mempertimbangkan kembali kebijakan memberikan izin tambang batubara bagi Ormas keagamaan dari aturan yang diharamkan berdasarkan UU tersebut.
Menurut Yusri, Presiden bisa menerbitkan PP seperti yang telah lama diterapkan di sektor Migas, yaitu PP 35 tahun 2004, mewajibkan operator blok produksi Migas memberikan hak Participating Interest (PI) bagi BUMD daerah penghasil.
“Atau jika tidak, sebaiknya Presiden bisa merekomendasikan kepada bawahannya dan DPR RI untuk segera merevisi kembali UU Minerba agar tidak bertetangan dengan aturan di bawahnya tersebut yaitu jadi halal atau jika tidak cukup waktu bisa juga memberikan rekomendasi untuk dilanjutkan kebijakan tersebut oleh Presiden berikutnya Prabowo Subianto,” kata Yusri.
Yusri menegaskan, pihaknya sangat kagum dan menghormati pimpinan Ormas keagamaan yang konsisten menolak aturan haram untuk memperoleh izin tambang batubara.(*)