JAKARTA – Massa menamakan diri Serdadu Muda Nusantara (SMN) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Senin (22/7/2024).
Dalam orasinya massa aksi mengungkapkan hasil pemeriksaan BPK ihwal kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi periode 2017-2022 di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk yang terbit pada April 2023 menemukan beberapa proyek dan kegiatan investasi yang bermasalah di PGN.
Massa mengutarakan, BPK kemudian melimpahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan PT PGN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak dan melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pada anggaran proyek yang diduga merugikan negara triliun Rupiah.
“Pada periode 2023 kasus ini mencuat di publik ketika langkah penanganan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun sampai sekarang kasus dugaan Korupsi di Perusahaan Gas Negara ini belum ketemu titik terang dengan kata lain KPK belum memastikan dan belum mencukupi data untuk kebutuhan penyelidikan sehingga masuk ke babak penyidikan,” ungkap massa aksi.
Lebih lanjut massa mengutarakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membatalkan penyelidikan dari beberapa kasus dugaan korupsi di PGN. Namun pada kasus dugaan korupsi proyek investasi pada
PGN yakni investasi melalui anak usahanya PT Saka Energi Indonesia di Lapangan Kepodang Blok Muriah, Jawa Tengah, diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp 1 triliun.
“Pada awal penyelidikan, KPK tidak menyertakan pemanggilan terhadap mantan Dirut PT PGN Periode 2008- 2017, padahal kasus dugaan korupsi proyek investasi ini berangkat dari periode 2010 dimana PGN melakukan investasi melalui anak usahanya yakni PT EIP. Harusnya mantan Direktur Utama PT PGN periode 2008-2017 dipanggil dan diperiksa sebagai saksi untuk menerangi problem anggaran akuisisi Blok Muriah,” ungkap Massa Aksi.
Massa SMN menyatakan, berdasarkan penelusurannya, mereka menemukan bahwa investasi yang dilakukan oleh PT PGN melalui anak usahanya PT Saka Energi Indonesia (PT SEI) di Lapangan Kepodang Blok Muriah, Jawa Tengah, diduga merugikan keuangan negara sekitar US$70 juta (hampir mencapai Rp1 triliun).
Jumlah kerugian negara tersebut diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar US$101,05 juta dan nilai akhir investasi pada Laporan Keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar US$31,78 juta.
Petronas Carigali Muriah Limited, operator Wilayah Kerja, menyatakan Lapangan Kepodang hanya memiliki cadangan di bawah prediksi awal, yakni sebesar 30%–35% dari rencana pengembangan (Plan of Development/PoD). Temuan tersebut didapat dari pengeboran delapan sumur yang menunjukkan cadangan di Lapangan Kepodang telah habis pada 2017.
Wilayah Kerja Blok Muriah adalah Lapangan Kepodang seluas 2.823 kilometer persegi di Lepas Pantai Laut Jawa sekitar 200 kilometer Timur Laut Semarang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Saat itu, PGN telah mengakuisisi 20% Participating Interest (PI) dari Sunny Ridge Ltd pada 2014 melalui anak perusahaan yang khusus didirikan untuk investasi hulu yakni PT SEI. Diduga adanya ketidakcermatan penentuan nilai valuasi akuisisi 20% PI Lapangan Kepodang yang berakibat kerugian investasi tersebut.
Direktur Utama PGN (2008-2017) dijabat oleh Hendi Prio Santoso yang saat ini menjadi Direktur Utama PT Mind ID (Persero) Tbk. (SMGR).
Massa lebih lanjut menyatakan, kasus itu berawal pada periode 2010, ketika Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2010-2020 ditetapkan, yang salah satunya dianggarkan akuisisi terhadap Blok Muriah melalui PI Sunny Ridge Ltd sebesar 20% senilai US$100 juta. Kas internal PGN tahun 2011 yang dialokasikan untuk proyek tersebut sebesar US$250 juta. Kemudian pada 2013, barulah Direksi PGN menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT SEI untuk periode 2014, yang di dalamnya memuat anggaran investasi di Blok Muriah dengan PI 20% sebesar US$49 juta.
Pada 2014, anggaran itu ‘dikoreksi’ menjadi US$108,53 juta. Pada Juli 2014, diteken Keputusan Direksi untuk investasi pada Blok Muriah dengan transaksi pada harga perkiraan pembelian US$45 juta. Kemudian pada Oktober 2014, ditandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) antara Sunny Ridge Offshore M Limited dan Saka Energi Exploration Production (EP) B.V.
Selanjutnya pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura. Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura. Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, Deloitte melakukan valuasi terhadap rencana akuisisi Blok Muriah melalui PI 20%. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini lapangan Kepodang telah berhenti produksi.
Aksi korporasi yang dilakukan oleh PGN melalui akuisisi PI 20% mengakibatkan perubahan komposisi pengelola wilayah kerja yang sebelumnya pada tahun 2011, 80% saham dikuasai PC Muriah Ltd dan 20% Sunny Ridge Group, pada tahun 2015, 80% dikuasai PC Muriah Ltd dan 20% dikuasai Saka Energi Muriah Ltd. Ketika diakuisisi, lapangan itu mulai berproduksi dimulai pada Agustus 2015.
Massa lebih lanjut megutarakan, celah lain korupsi bisa terjadi saat alur distribusi. Potensi korupsi di PGN terbuka lebar di saat internal perusahaan bermain mata dengan pihak yang mendistribusikan gas bumi ke industri. Pihak yang dimaksud adalah penjual yang kerap kali sebenarnya tidak memiliki pipa untuk pendistribusian. Namun, tetap dipaksakan mendapat jatah dari PGN.
“Para trader ini biasanya memiliki hubungan dengan kekuasaan, apakah itu di level legislatif maupun eksekutif. Celah korupsi di PGN, menitikberatkan adanya permainan dalam klausul kontrak. Dugaan adanya kongkalikong dalam menyusun kontrak patut dikemukakan lantaran minimnya transparansi soal kontrak PGN dengan pihak lain dalam sejumlah proyek,” ungkap Massa.
Massa mengutarakan, di saat yang sama, proses uji tuntas juga bisa menjadi ‘arena’ para aktor yang bermain dalam proyek. Siapa pemilik manfaat atau vendor yang berbisnis artinya ketika ada akuisisi ini, harus dikejar siapa beneficial ownership-nya.
“Ini penting untuk aparat penegak hukum ketika melakukan penelusuran untuk melihat kaitannya. Kami melihat bahwa Kemudian menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 Jo. PP Nomor 55 Tahun 2009 mengatur kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (Participating Interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana,” ungkap Massa.
Menurut dokumen, pelaksanaan akuisisi cenderung tidak cermat, valuasi eksternal baru dilakukan setelah completion sales purchase agreement, estimasi internal memperkiraan nilai valuasi hanya sekitar US$40juta, nyatanya realisasi yang harus dibayar PGN jauh melebihi angka itu.
Selain itu, pengalihan PI kepada PT SEI dari Sunny Ridge selaku PI 20% operator Muriah PSC pada tahun 2014, diduga dilakukan tanpa persetujuan Menteri ESDM. dan hasilnya akuisisi pada Blok Muriah pada periode awal investasi diduga korupsi anggarannya.
Masa mengungkapkan, dapat disimpulkan atas pembahasan hasil temuan bahwa negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp. 1 Triliun.
Massa lantas menuntut dipecatnya Hendi Priyo Santoso sebagai Dirut Mind Id karena dalam masa baktinya sebagai Dirut PGN telah gagal.
Selain itu massa juga menuntut usut tuntas Dugaan Korupsi Pembangunan Floating Storage Regasifcation Unit (FSRU) Lampung Yang Telah Menimbulkan Kerugian Negara Senilai Rp 1,97 Triliun.
“Panggil dan periksa Hendi Priyo Santoso Dirut Mind Id atas Timbulnya Kerugian Negara Senilai 1,97 Triliun Pada Saat Menjadi Dirut PGN,” tuntut massa aksi.(*)