GARUT – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai PT Medco E&P Indonesia menjawab ngambang alias buang badan ke SKK Migas atas konfirmasi perihal Mekanisme Penjualan Kondensat Bagian Negara di KKKS Medco Energi Bengkanai Limited (MEBL), Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
“Medco E&P tidak tegas dalam menjawab konfirmasi CERI. Namun setelah CERI melalukan konfirmasi resmi ke staf bagian Komersial SKK Migas, ternyata kondensat bagian negara tidak ditenderkan oleh Medco Energy Bengkanai sejak tahun 2018 hingga saat ini 2024 kepada pembeli PT Kimia Yasa dengan formula Kondensat Senipah – (minus) USD 37,57 per barel. Namun kami memperoleh data ada perusahaan mengajukan pembelian kondensat Karendan dari WK Medco Energi Bengkanai pada sekitar awal Oktober 2023 kepada Deputy Keuangan dan Komersial SKK Migas dengan formula Senipah Kondensat – (minus) USD 35 per barel,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Minggu (25/2/2024) di Garut, Jawa Barat.
“Itu artinya penjualan kondensat bagian negara tanpa tender diduga telah merugikan negara USD 2,57 per barel, sehingga total kerugian negara tinggal dikalikan dengan total volume kondensat bagian negara yang telah dijual oleh MEBL kepada PT Kimia Yasa, itu menjadi tugas BPK RI untuk menghitungnya dan tugas KPK serta Kejaksaan Agung pula untuk menelisiknya,” ungkap Yusri.
Menjawab konfirmasi CERI, Sr. Manager Communication PT Medco E&P Indonesia, Leony Lervyn Saragi dalam surat Nomor EXT-010/RNS/INA/MEDC/II/2024 tertanggal 15 Februari 2024 antara lain menyatakan Medco Energi Bangkanai Ltd (MEBL) sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berada di bawah pengawasan SKK Migas menegaskan, semua aktivitas dan transaksi yang dilakukan Perusahaan telah memenuhi dan sesuai peraturan dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
“Terkait aktivitas PT Kimia Yasa (KY), MEBL menegaskan bahwa PT KY merupakan pihak pembeli kondensat,
dan bukan merupakan afiliasi MEBL. Proses pengangkutan, penimbunan dan distribusi kondensat dilakukan
oleh PT KY. Seluruh aktivitas tersebut, sejak keluar dari lokasi operasi Medco E&P menjadi tanggung jawab
PT KY. Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi manajemen PT KY,” tulis Leony.
Lebih lanjut Yusri mengatakan, terkesan SKK Migas tak berfungsi mengawasi proses bisnis ini, sebab bagaimana mungkin dilakukan tanpa tender sehingga berpotensi tidak memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
“Kemudian konon kabarnya kontrak yang terjadi dengan PT Kimia Yasa tidak dikenakan denda bayar jika tidak mengambil kondensatnya, padahal jika kondensat tidak diambil bisa berpotensi terjadi “tangki penuh” dan “production curtailment” atau pengetatan atau pembatasan produksi serta “ground flaring”, peristiwa ini harusnya sangat dihindari,” ungkap Yusri.
Yusri lantas menegaskan, Menteri ESDM harus menelisik kinerja SKK Migas dalam hal ini. “Bisa jadi praktek seperti ini terjadi juga di KKKS lainnya yang bisa menyebabkan lifting migas turun terus dari tahun ke tahun,” imbuh Yusri.
Menurut Yusri, diketahui gas sebanyak 20 MMSCFD berasal dari WK Migas Medco Energi Bengkanai untuk mensuplai kebutuhan gas PLTGM Bengkanai 1 milik PLN dengan kapasitas 140 MW.
“Dan sejak tahun 2022 infonya PLTGM Bengkanai 2 sudah beroperasi dengan kapasitas 140 MW, hanya kami tidak mengetahui asal pasokan gasnya dari mana,” kata Yusri.
Belum Pernah Lapor
Sementara itu, menurut penelusuran website Ditjen Migas Kementerian ESDM terhadap aktifitas di hilir migas terkait PT Kimia Yasa dan PT Prima Surya Putra diketahui beberapa informasi cukup mengagetkan.
PT Kimia Yasa diketahui memiliki Izin Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi, namun belum pernah melaporkan kegiatan usahanya ke kementerian ESDM.
Selain itu, PT Kimia Yasa ternyata tidak memiliki Izin Pengangkutan Minyak Dan Gas Bumi.
“PT Kimia Yasa juga ternyata diketahui memiliki izin niaga minyak dan gas bumi, namun belum melaporkan
kegiatan usahanya ke kementrian ESDM sejak Oktober 2022 sampai dengan Desember 2022,” ungkap Yusri.
Sementara itu, terkait PT Prima Surya Putra katanya subkontraktornya PT Kimia Yasa dalam mengangkut kondensaat dengan truk di WK Medco Bengkanai, diketahui memiliki izin Pengangkutan Minyak Dan Gas Bumi, namun belum pernah melaporkan kegiatan usahanya ke Kementerian ESDM.
“CERI pada tanggal 12 Februari 2024 lalu, telah mengirimkan tembusan surat konfirmasi Kepada PT Medco Energy Bengkanai Ltd dengan tembusan Ditjen Migas KESDM, SKK Migas dan PT Kimia Yasa serta PT Prima Surya Putra terkait penjualan kondensat bagian negara di WK Migas Bengkanai oleh KKKS MEBL. Namun hingga saat ini tidak ada bantahan apa pun dari PT Kimia Yasa dan PT Prima Surya Putra,” pungkas Yusri. (*)