JAKARTA – Suami Karen Agustiawan, Herman Agustiawan mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakhadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perdana gugatan praperadilan.
Padahal kata Herman, KPK menetapkan istrinya sebagai tersangka sudah lebih dari 16 bulan sejak 6 Juni 2022, dan melakukan penahanan sejak 19 September 2023.
“Jujur kami sekeluarga kecewa dengan ketidaksiapan KPK dan minta waktu diundur hingga 3 pekan. Padahal istri saya sudah 16 bulan jadi tersangka, kok KPK masih minta penundaan?,” tegas Herman dalam wawancara kepada wartawan usai sidang praperadilan, Senin (16/10/2023).
Apalagi kata Herman, dalam pernyataan pers pekan lalu KPK menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan dan sudah memegang bukti-bukti yang kuat.
“Ini menunjukkan sistem penegakan hukum di Indonesia masih amburadul. Kalau memang KPK masih belum punya bukti yang kuat, seyogyanya perkuat dulu alat buktinya. Jangan merampas HAM isteri saya,” ungkap Herman.
“Buat apa istri saya ditahan? Karena dia sudah dicekal 2×6 bulan sejak Juni 2022 dan paspornya pun masih ditahan, dan dia juga selalu kooperatif dengan penyidik KPK,” jelas Herman.
Bambang Harymurti, salah satu pendiri Transparansi Internasional Indonesia yang menghadiri persidangan, mengatakan KPK bisa dituduh telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) apabila dalam melakukan penahanan ternyata bukti yang mereka punya tidak memadai.
“Hal ini melanggar HAM seorang WNI atas upaya penegakan hukum yang berazaskan doktrin praduga tidak bersalah. Apalagi KPK kuat diduga telah melakukan error in persona, karena kerugian negara yang disangkakan ternyata bukan berdasarkan kontrak saat Karen Agustiawan menjadi Direktur Utama, tegas salah satu konsultan Penyusunan UU KPK ini di PN Jakarta Selatan.
Sebelumnya Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya siap dengan gugatan praperadilan dan sudah memiliki bukti yang kuat.
“KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan dimaksud. Kami ingin tegaskan, alat bukti KPK lengkap, dan semua dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan sebagaimana hukum acara pidana dan UU KPK,” kata Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (9/10/2023).
Tidak hanya Ali Fikri, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak nampak tidak mempermasalahkan gugatan praperadilan ini. Diapun menyatakan, upaya hukum praperadilan merupakan hak setiap orang yang menyandang status tersangka.
“Karena itu, apapun alasannya KPK akan hadapi permohonan praperadilan tersebut secara profesional dan proporsional,” kata Johanis saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (10/10/2023).
Namun hari ini Senin (16/10/23) terungkap ketidaksiapan KPK dalam menghadapi sidang gugatan praperadilan. KPK menyampaikan surat permohonan kepada hakim tunggal untuk menunda persidangan sampai 3 pekan.
“Kita sudah menunggu dari pagi. Siang baru ada surat dari KPK bahwa mereka minta supaya ditunda 3 pekan. Tadi sih alasan yang kita lihat di suratnya mereka minta waktu tambahan untuk menyiapkan dokumen,” kata Kuasa Hukum Karen Agustiawan, Togi Pangaribuan.
Togi menilai ketidakhadiran KPK dalam sidang praperadilan kliennya aneh. Sebab, gugatan sudah didaftarkan sepuluh hari sebelumnya.
“Ini agak aneh karena permohonan sudah kita sampaikan sejak 6 Oktober. Sekarang sudah tanggal 16/10/2023. Seharusnya waktu sudah lebih dari cukup. Bahwa mereka minta waktu 3 pekan lagi agak janggal buat kami. Tapi tadi yang dikabulkan oleh hakim tunggalnya hanya 9 hari. Jadi kita akan sidang lagi tanggal 25 Oktober,” ucapnya.(*)