PEKANBARU – Ketua KPK, Firli Bahuri didesak untuk segera meletakkan jabatan usai mencuatnya skandal dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Pengunduran diri itu dipandang penting agar tingkat kepercayaan publik kepada KPK tidak makin memburuk. Jika Firli Bahuri tidak meletakkan jabatan itu, maka akan dapat memperburuk citra penegakan hukum era pemerintahan Jokowi.
Sebab, sudah banyak dugaan pelanggaran etik dilakukan oleh Firli, baik ketika masih menjabat Deputi Penindakan KPK hingga menjadi Ketua KPK.
Ketika Firli masih menjabat Deputi Penindakan KPK pada 13 Mei 2018 terungkap ia sedang bermain tenis dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB), padahal TGB lagi diselidiki oleh KPK saat itu.
Selain itu, Firli dinyatakan melanggar kode etik KPK dan dijatuhi sanksi ringan oleh Dewan Pengawas KPK lantaran menggunakan helikopter hingga kebocoran dokumen penyelidikan dugaan tindak pidana di Ditjen Minerba Kementerian ESDM, seperti terungkap dalam video ketika Plt Ditjen Minerba Kementerian ESDM Idris F Sihite digeledah penyidik KPK pada 27 Maret 2023.
Namun, proses penyidikan KPK atas dugaan pemerasan dan gratifikasi terhadap tersangka Syahrul Yasin Limpo harus tetap dijalankan dengan profesional.
Demikian diungkapkan Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, Minggu (8/10/2023) di Pekanbaru.
“Selain rumor pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo, kami terkejut juga saat menerima keterangan dari salah satu wartawan yang mengungkapkan telah mengkonfirmasi langsung kepada Firli Bahuri tentang temuan sepucuk surat berisi Laporan dugaaan Penyalahgunaan wewenang dan Permufakatan Jahat diduga dilakukan oleh oknum anggota dewan dengan pejabat hulu Pertamina, bahwa perbuatan melawan hukumnya dilakukan oknum politisi ini katanya membawa aspirasi kawan-kawan dari komisi serta mendapat penugasan dari Ketua KPK agar pejabat hulu Pertamina dengan rekanannya mengatur proses tendernya,” ungkap Hengki.
Selain itu, masih menurut dokumen bertata bahasa layaknya analisa penegak hukum tersebut, bahkan disebutkan ada salah satu pejabat Pertamina sempat diancam mau ditikam oleh oknum politisi berinisial NM ini, lantaran perusahaan yang dijagokannya tidak bisa menang dan pejabat Pertamina tersebut tak mau disuruh menghubungi perusahaan yang menang untuk memintakan fee sebesar 20 persen dari nilai proyek.
“Jadi nama Firli Bahuri selalu dijadikan tameng oleh oknum anggota politisi senayan untuk mengancam petinggi hulu Pertamina dan pejabat SKK Migas demi memenangkan perusahaan jagoanya pada berbagai tender proyek dan apabila perusahaan jagoanya tidak menang, maka dia memaksa pejabat Pertamina tersebut untuk meminta uang kepada kontraktor-kontraktor yang memenangkan proyek-proyek itu,” ungkap Hengki.
Menurut keterangan wartawan tersebut kepada CERI, sejak dikonfirmasi pada 5 September 2023 hingga hari ini, tidak ada bantahan atau pun keterangan apa pun dari semua nama-nama tertera dalam dokumen, termasuk Firli Bahuri, walaupun dari screenshot konfirmasi melalui pesan Whatsapp tampak sudah berstatus sebagai pesan terbaca.
Sepak terjang komplotan oknum politisi senayan bersama dua mantan narapidana korupsi ini di proyek-proyek hulu Migas itu sudah menjadi pembicaraan dan sudah bukan rahasia umum lantaran menjadi buah bibir di kalangan pejabat Migas dan para vendornya.
“Apalagi, sejak dua tahun belakangan ini, gerombolan ini dengan bebasnya beroperasi dengan modus mengancam para pejabat dan juga vendor yang berhubungan dengan anak usaha BUMN tanpa adanya tindakan dari aparat penegak hukum, terutama KPK sebagai garda terdepan memberantas korupsi, sehingga menimbulkan tanda tanya besar bagi publik apakah memang benar ada perlindungan dari Ketua KPK Firli Bahuri,” kata Hengki.
Dilanjutkan Hengki, keterangan yang diperoleh CERI itu, menambah panjang deretan rumor tidak sedap yang terutama menyangkut Ketua KPK Firli Bahuri.
“Jadi menurut pendapat kami, sebaiknya memang Firli mengundurkan diri sebagai Pimpinan dan Ketua KPK,” ungkap Hengki.
Terlebih lagi, lanjut Hengki, Presiden Jokowi sebelumnya sudah terang-terangan menyatakan khawatir atas indeks persepsi korupsi Indonesia yang terus memburuk di mata dunia internasional.(*)