Oleh: Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST.
BEBERAPA hari terakhir ini ada berita bahwa tidak ada satupun perusahaan batu bara memasok batu bara ke PLN. Karena harga expor batubara sudah mencapai USD 400 lebih per metrik ton. Sementara patokan harga DMO (Domestic Market Obligation) untuk kebutuhan dalam negeri hanya USD 70 per metrik ton. Sehingga “panik” lah para pejabat terkait seperti DIRUT PLN, DIRJEN GATRIK, MENTERI ESDM dll.
Namun , para pejabat diatas sesungguhnya tidak perlu panik. Mengingat mulai 2020 secara defacto “nyaris” tidak ada lagi PLTU PLN yang di operasikan ! Di Jawa – Bali saja dari 41.596 MW pembangkit yang ada, hanya sekitar 3.000 MW yang di operasikan, itupun hanya yang PLTA dan PLTGU, bukan PLTU batu bara.
Sedangkan jaringan Ritail di seluruh Indonesia sudah dijual DIRUT PLN Dahlan Iskan mulai 2010 dalam bentuk Token dan Whole sale market seperti komplek SCBD yang dibeli oleh Tommy Winata dll.
Sementara jaringan Transmisi dan Distribusi sudah disewa Kartel.
Artinya PLN saat ini hanya sebagai EO (Event Organizer) saja.
Artinya , kalau saat ini harga batu bara melejit sampai USD 400 per metrik ton, maka hal itu tidak menjadi masalah bagi pembangkit2 IPP swasta semacam PLTU Paiton Energy, Shenhua, Huadian, Chengda, Bimasena, Marubeni dan lain lain untuk membelinya. Tinggal biaya operasi pembangkitnya saja yang dinaikkan, dan kemudian ditagihkan ke Pemerintah (lewat PLN) dengan harga yang lebih tinggi. Misal kalau biasanya stroom Shenhua dll dibeli PLN hanya USD 10 cent per kWh maka dinaikkan menjadi USD 14 cent per kWh.
Kemudian secara akumulasi akan menaikkan subsidi listrik yang biasanya hanya sekitar Rp 200 triliun pertahun, bisa jadi akan melejit ke Rp 300 triliun pada akhir 2022 nanti , gara2 naiknya batu bara.
Pertanyaannya, masih ada uang apa tidak Pemerintah guna membayar subsidi listrik ? Kalau tidak ada uang, berarti uang subsidi yang Rp 300 triliun diatas akan di tanggung konsumen/rakyat yang sekitar 70 juta pelanggan ini. Dan gara gara itu bisa dipastikan tarip listrik akan melejit sekitar lima kali lipat dari saat sekarang seperti Philipina, Kamerun, Srilangka dll !
Inilah akibat PLN yang semula sesuai Visi para Founding Father di targetkan sebagai Infrastuktur kelistrikan Negara, tetapi oleh para “oknum” yang ber visi bisnis pribadi/Oligarkhi semacam JK,Luhut BP, Dahlan Iskan, Erick Tohir kemudian ber orientasi ke komersial. Dengan menjual PLN ke Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga, dan mereka itu ikut “bermain” !
Artinya meskipun rakyat menjerit akibat kenaikan tarip listrik, tetapi para Oligarkhi “Peng Peng” diatas tetap menikmati bisnis kelistrikan yang tidak ada ruginya ini. Karena mereka telah menguasai monopoli listrik yang “execlussive right” ini bersama Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga !
KESIMPULAN :
Berita yg menggambarkan PLN krisis batu bara, hanyalah usaha “cuci otak” yang menggambarkan seolah olah PLN masih eksis ! Padahal PLN saat ini hanya menjadi EO, yang tidak ada korelasinya dengan kondisi energi primer ! Karena semua sudah mengikuti mekanisme pasar bebas alias Liberal !
JAKARTA, 14 AGUSTUS 2022.