JAKARTA – Baru-baru ini Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat Muhammad Nasir sangat lantang berbicara dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Dirjen Migas, SKK Migas dan BOB PT BSP dengan PHE di DPR RI. Hal itu pun sempat viral seolah-olah semua yang dia katakan benar adanya.
Saat itu, dia tegas menyatakan bahwa PT Bumi Siak Pusaka (BSP) tidak perform dalam mengelola Wilayah Kerja Migas Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) selama hampir 20 tahun.
Bahkan dia juga mengatakan PT BSP dikelola secara tidak profesional. Ada anak Gubernur dan Bupati duduk di manajemen BSP. Dia juga minta kepada Pemerintah untuk membatalkan keputusan yang telah menunjuk PT BSP sebagai operator tunggal Blok CPP mulai 9 Agustus 2022 mendatang.
Sebelumnya, pada RDP dengan Menteri ESDM dan Dirjen Minerba pada 13 Januari 2022, dia telah melontarkan tuduhan bahwa Kementerian ESDM tak berdaya menghadapi ratu batu bara Tan Paulina yang menguasai perdagangan 12 juta ton per tahun batu bara di kalimantan Timur, tapi tidak melaporkannya kepada Kementerian ESDM.
Akibat lainnya, kata dia, hancur infrastruktur jalan di daerah tersebut. Dia mempertanyakan juga mengapa Tan Paulina tidak ditangkap
Namun, tak berselang lama, Yudsitira sebagai pengacara Tan Paulina bersuara keras membantah semua tuduhan itu. Bahkan omongan M Nasir dianggap mencemarkan nama baik dan fitnah terhadap Tan Paulina. Diduga bisa dikenakan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHPidana tentang pencemaran nama dan fitnah.
Begitu juga dengan apa yang dia tuduhkan terhadap PT BSP sebelumnya, telah dibantah juga oleh Iskandar sebagai Direktur Utama PT BSP di dalam forum RDP di DPRD Kabupaten Siak pada 22 Febuari 2022 lalu.
Iskandar mengatakan di forum RDP DPRD Kabupaten Siak itu, bahwa disinyalir motif M Nasir marah-marah itu setelah perusahan pemenang lelang pembangunan gedung PT BSP bernilai Rp 87 miliar di Pekanbaru itu diputus kontraknya karena telah melakukan wanprestasi.
Melihat perkembangan tersebut, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Senin (8/3/2022) mengatakan jika benar diduga motif M Nasir marah-marah di DPR terhadap PT BSP seperti dikatakan oleh Iskandar dan mungkin ada juga mitra lain DPR Komisi VII mengalami hal yang sama, maka seharusnya KPK bisa bertindak cepat untuk memeriksa keterangan Iskandar. “Apa benar motifnya karena proyek pembangunan gedung BSP itu?,” kata Yusri.
Sebab, lanjut Yusri, penyalahgunaan jabatan anggota DPR bermotifkan proyek itu bisa dijerat pasal korupsi dan itu bukan delik aduan.
“Jika terbukti motif M Nasir kritis terkesan marah-marah terhadap mitra kerja Komisi VII DPR RI hanya untuk meminta proyek, maka tak salah jika ada rakyat bertanya juga, apa bedanya wakil rakyat dengan preman?,” ulas Yusri.
Tidak hanya itu, sambung Yusri, Mantan Presiden RI Pak SBY, maupun AHY, untuk menjaga citra partai dan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, bisa melakukan langkah PAW sebagai anggota DPR terhadap M Nasir ini.
“Perlu diketahui, bahwa M Nasir ini adalah kakak kandung M Nazarudin, mantan narapidana KPK yang baru bebas,” tutup Yusri.(*)