ORDE reformasi sebagai implementasi dari tatanan baru kehidupan berbangsa bernegara, mengedepankan supremasi sipil dan nilai demokrasi sebagai ujung tombak. Pada kenyataannya supremasi sipil sebagai jargon reformasi, baru sebatas pada upaya pengambilalihan kekuasaan militer kepada kekuasaan sipil dan ajang balas dendam untuk memasung peran TNI sebagai pilar utama penyanggah kedaulatan negara.
Dengan dalih demokrasi dan penegakan HAM, TNI terus menerus digerus dan dicabut dari akar sejarahnya sebagai tentara yang lahir dari rakyat. Reformasi telah dikemas jadi ajang propaganda syndrome TNI di kalangan masyarakat sipil yang dituduh sebagai predator terhadap tumbuhnya demokrasi. Padahal prasarat kuatnya pondasi demokrasi, harus disertai dengan kuatnya militer sebagai salah satu pilar penyanggah kedaulatan negara.
Potret reformasi yang telah berlangsung selama 27 tahun, ternyata hanya menyajikan konfigurasi kehidupan politik nasional, penuh diwarnai konflik politik di antara kekuatan politik sipil, saling cakar untuk memonopoli sumber-sumber ekonomi dan jabatan strategis, tanpa memberi ruang bagi partisipasi dan kepentingan rakyat kecil yang selama ini selalu menjadi objek dari pembangunan.
Demokrasi sebagai pilar utama reformasi, justru telah retak akibat maraknya prilaku politik sipil yang inkonstitusional, dengan modus penggunaan hukum demi mengamankan kekuasaan, maraknya praktek politik dinasti dan politik sandera. Reformasi yang kebablasan telah memberi dampak munculnya ancaman potensial terbelahnya bangsa ini, akibat prilaku politik sipil yang kerap mengedepankan ego sektoral dan kepentingan partai politik.
Pada HUT Tentara Nasional Indonesia ke 80, reformasi TNI harus tetap berjalan on the track. TNI dituntut mampu menunjukan jatidirinya sebagai tantara rakyat, melalui kerja nyata TNI harus selalu berada di tengah-tengah rakyat, untuk bersama-sama mengatasi kesulitan rakyat.
TNI memiliki kewajiban menyiapkan rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam konsep Sishankamrata. Oleh sebab itu pembangunan kekuatan TNI, perlu dititik beratkan pada pembangunan kekuatan satuan terdepan yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat, yaitu pembangunan satuan Koramil diperkuat oleh pelibatan bintara TNI AD yang memiliki kualifikasi bintara kesehatan, peralatan, zeni konstruksi, olahraga dan guru militer.
Personel Koramil perlu dibekali kemampuan berkomunikasi, melalui pembekalan penataran komunikasi, sehingga setiap personel Koramil mampu berkomunikasi dengan pendekatan 7C yaitu jelas, ringkas, konkret, benar, koheren, lengkap, dan sopan.
Koramil sebagai etalase TNI AD, tidak lagi sebagai satuan yang terdiri dari prajurit menanti masa pensiun, tapi nantinya mampu tampil menjadi potret diri TNI sebagai tantara rakyat, dengan kemampuan reaksi cepat untuk mengatasi kesulitan rakyat.***
Sri Radjasa MBA
Pemerhati Intelijen



