JAKARTA – Tiba-tiba saja, pesan Whatsapp (WA) ucapan silaturahim berupa selamat hari Idul Adha dari Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman yang dikirim setelah sholat Idul Adha kepada dua pimpinan Parpol Nasional di Aceh dan mantan anggota DPR RI yang berasal dari Aceh, tak berbalas hingga hari ini, Minggu (23/6/2024).
“Padahal sebelumnya semua pesan WA kami tetap berbalas meskipun kadang terlambat akibat kesibukan masing-masing merupakan hal yang wajar saja, lantaran kami sudah berteman lama dan ada ketemu juga di Jakarta. Apalagi sejak tahun 1990 hingga 1995 kami sering ketemu dan khususnya di acara Joempa Kawan Lama dan pergaulan sehari hari serta pada Musda HIPMI DKI dan Munas BPP HIPMI Pusat pada tahun 1995 di Hotel Sultan Jakarta,” ungkap Yusri.
Bahkan sebelumnya, kata Yusri, pada Hari Raya Idul Fitri pada 9 April 2024, salah satu pimpinan parpol Nasional dari Aceh tersebut lebih duluan mengirim pesan Idul Fitri kepadanya dan langsung ia balas.
“Namun bisa jadi semua perkawanan lama itu berubah ketika CERI mengeluarkan rilis pada hari Rabu 12 Juni 2024 mendukung Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh (Gerak), Askhalani Usut Dugaan Korupsi Beasiswa di Aceh,” kata Yusri.
“Jika itu penyebabnya bagi saya tak persoalan, karena memang kami sudah pada posisi yang berbeda dalam memperjuangkan nasib rakyat Aceh khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya, itu adalah konsekwensi dari perbedaan yang harus kita hormati dan hargai,” sambung Yusri.
Sebab, lanjut Yusri, CERI sesuai akta pendirian yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, bahwa CERI bergerak mengkritisi setiap adanya dugaan penyimpangan tata kelola Pemerintah Pusat dan Daerah serta BUMN dan BUMD di seluruh Indonesia. Terbaru CERI menyoroti tata kelola pemerintahan di Kabupaten Mimika Provinsi Papua dan Sumatera Utara soal pencurian sawit selama 3 tahun ninja sawit di kebun PTPN telah ditangkap oleh Polda Sumut.
“Dasar hukum pijakan yang dilakukan oleh CERI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 yang merupakan perubahan PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi jelas ya posisi kami,” ungkap Yusri.
Apalagi, kata Yusri, setelah membaca tulisan redaksi media www.ajnn.net dengan judul Tumbal Korupsi Beasiswa Aceh edisi 11 Juni 2024, ulasannya tersebut sangat mencerdaskan kami, terkesan kental ada hal yang disembunyikan dalam mengungkap kasus ini.
“Mungkin saja mereka tak paham, bahwa almarhum ibu saya sebelum saya lahir awalnya berdomisili di Kampoeng Tereubeu Kecamatan Mutiara, Bereunenun, Aceh Pidie,” ungkap Yusri.
“Ibu saya memang satu meunasah dengan ayah kandung Abu Doktor (nama panggilan Dr Zaini Abdullah mantan Gubernur Aceh) dan Tgk Abdullah Ujong Rimba mantan Ketua MUI Aceh dan Jafar CV Kesayangan serta Ridwan Djalil ex Exxon Mobil, karena hanya ada 6 rumah di Kampoeng Tereubu itu. Kami anak keturunan sesamanya sudah seperti saudara dekat sejak dulu hingga sekarang dalam suka dan duka,” lanjut Yusri.
Dijelaskan Yusri, Kampoeng Tereubu itu terletak di pinggir jalan sekitar dua kilometer dari Masjid T Daud Bereueh Bereunun ke arah Kota Lamlo.
“Bahkan ketika saya masih SD sekitar tahun 1968, saya ikut diajak kedua almarhum ibu dan bapak saya untuk mengantar Abu Doktor untuk menghadiri wisudanya oleh Universitas USU dalam pelantikan gelar dokternya, berangkatnya juga dari rumah orang tua kami di Jalan Imam Bonjol Medan,” kenang Yusri.
Namun, lanjut Yusri, ketika Abu Doktor dilantik menjadi Gubernur Aceh pada 25 Juni 2012 di gedung DPRA ia khusus datang dari Jakarta untuk ikut menghadirinya tetapi hanya di tenda luar, tak berupaya menyalaminya untuk mengucapkan selamat sukses, lantaran sebelum acara pelantikan selesai ia balik ke Hotel Hermez Banda Aceh.
“Bahkan saya tidak berupaya mengunjunginya pada malam harinya untuk bersilahturahim di rumah dinas bersama tamu lainnya dari Jakarta dan Medan serta dari Aceh, meskipun saya sangat kenal dekat dengan sebagian besar tamu tamu tersebut,” kenang Yusri lagi.
“Tetapi yang lebih penting bagi kami adalah hanyalah ada perasaan sebuah kebanggaan bahwa tetangga almarhum ibu saya saat itu telah menjadi Gubernur Aceh selama lima tahun, kami hanya bisa mendoakan dari kejauhan saja semoga sukses dengan baik untuk mensejahterakan rakyat Aceh,” lanjut Yusri.
Selain itu, kata Yusri, entah bagaimana ceritanya hingga bisanya kedua orangtuanya ikut menyambut dan berfoto bersama Hasan Tiro di Bandara Polonia Medan untuk transit dalam perjalanannya ke Aceh, yaitu ketika pertama kalinya kembali ke Aceh dari USA pada awal tahun 1969.
“Jadi, ketika masih SD juga saya sempat diajak ibu saya mengunjungi orang tuanya atau kakek saya bernama Husain di Desa Tiro, Aceh Pidie. Itulah perjumpaan saya yang pertama dan terakhir dengan kakek saya hingga dia meninggal dunia, kami hanya sekitar dua jam bersilaturahim dengan kakek di Desa Tiro tersebut, karena harus cepat kembali ke Tereubu untuk menghindari pasang sungai, karena saat itu belum ada jembatan untuk menyebrangin mobil,” kenang Yusri.
Diceritakan Yusri, pada saat ia masih kanak-kanak itulah ia pertama kali menyaksikan tokoh kharismatik Aceh Tgk Daud Bereueh, yaitu ketika lagi berkunjung ke Medan beliau menyempatkan berkunjung untuk bersilahturahmi dengan kedua orang tua Yusri. “Saya selalu mendoakan agar semuanya Husnul Khotimah di sisi Allah SWT,” tutup Yusri.(*)