Pendiri Bursa Berjangka Jakarta Ingatkan Bulog Tak Perlu Buru-buru Akuisisi Sumber Beras Di Kamboja, Kita Masih Bisa Maksimalkan Kemampuan Dalam Negeri

oleh
Ilustrasi.

JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyatakan terkejut atas berita media Kompas edisi 14 Juni 2024 terkait Ombudsman RI dalam media briefingnya menyatakan dukungannya terhadap rencana Bulog yang akan mengakuisisi sumber beras di Kamboja.

Lebih lanjut anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengungkapkan rencana investasi itu sebaiknya diperluas ke berbagai negara lain seperti Vietnam, Thailand, bahkan Australia. Menurutnya itu merupakan terobosan yang sangat bagus. 

Pernyataan anggota Ombudsman itu lantaran sebelumnya Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Panjaitan di depan forum acara HUT HIPMI di Jakarta pada hari Senin tanggal 10 Juni 2024 bahwa untuk menindak lanjuti perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengakuisisi sejumlah sumber beras di Kamboja.

Terkait hal tersebut di atas, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman yang merupakan alumni HIPMI dan KADIN  serta mantan Bendahara DPW Pemuda Pancasila DKI di era Bung Yoris Raweyai sebagai ketua umumnya itu pun angkat bicara.

“Wah, ternyata bukan hanya pabrik etanol di Brazil saja yang ada perintah Presiden Jokowi untuk diakuisisi, ternyata untuk sumber beras juga di Kamboja ada perintahnya ke Bulog, wah ini serius amat, siapa nih pembisiknya ke Presiden sampai Ombudsman RI ikut memberikan dukungannya? Ombudsman koq sudah seperti pengamat saja sekarang, ?” kata Yusri, Minggu (16/6/2024) di Jakarta.

Tetapi prinsipnya dasarnya sama, kata Yusri, semuanya harus hati-hati dan harus ada kajian akademiknya dari berbagai stake holder terkait termasuk kajian analisa resiko serta mitigasinya dan kebijakan itu sudah pernah dicoba dengan berbagai cara tinggal kebijakan akuisisi adalah pilihan terakhir yang harus dilakukan untuk menjaga kepentingan umum.

“Maka bagi Direksi Pertamina dan Direksi Perum Bulog agar enak tidur di masa pensiunnya, semua perintah atasan itu harus minta tertulisnya bukan hanya omon omon, jangan melanggar aturan Perundang Undang ya” kata Yusri.

Karena, kata Yusri, ia sudah banyak pengalaman mendampingi mantan pejabat BUMN ketika diperiksa oleh aparat penegak hukum, yaitu waktu dia sempat bergabung di kantor Pengacara Dr Augustinus Hutajulu SH, Mkn selama  10 tahun, yaitu mulai tahun 1997 hingga 2007, jadi sedikit ada pengalaman lah.

“Ketika CERI meminta pendapat dari senior HIPMI dan juga mantan Ketua Kompartemen Hubungan Luar KADIN Sumut ketika masih dipimpin almarhum H Imral Nasution, Riza Mutiara yang merupakan pengusaha sawit sekaligus perintis utama industri Oleocheomical di Indonesia, ternyata dia adalah juga pendiri PT Bursa Berjangka Jakarta pada tahun 1998, atau bursa komoditas pertama di Indonesia,” kata Yusri. 

Riza dengan enteng mengatakan bahwa kita tak boleh meninggalkan  strategi Pak Harto yang membuat negara kita bisa swasembada beras dan dapat penghargaan dari badan dunia FAO saat itu. Soal pangan harus nomor satu jadi prioritas negara untuk menghindari krisis politik.

Riza mengatakan lebih lanjut, bahwa cerita beras ini ternyata hampir sama dengan cerita rencana akuisisi pabrik etanol di brazil.

Dia mengatakan, kenapa kita tidak melakukan modernisasi industri padi yang menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nasional bahwa luas sawah kita mencapai 7.890.000 hektare (ha).

“Adapun produksi beras nasional sekarang mencapai  31.000.000 ton beras pertahun. Defisitnya mencapai 3.000.000 ton pertahun. Defisit itulah yang harus kita harus impor dong,” kata Riza.

Riza pun kemudian menawarkan konsep swasembada beras. “Kita sudah punya UU Resi Gudang Nomor 6 tahun 2009, maka harusnya Kementerian Keuangan menyediakan kredit Resi Gudang dengan bunga 4% yang tidak pernah dipakai dalam modernisasi industri padi dan sawah rakyat,” ungkap Yusri. 

Kemudian, lanjut Riza, galang Kerja sama 7.890 pengusaha HIPMI dengan petani, bisa 1000 ha sawah petani per pengusaha dari Sabang sampai Merauke yang dikoordinir Kementerian Pertanian dengan Kementerian UKM dan dibawah koordinasi Kepala BKPM dengan menggerakkan Dinas Dinas Pertanian di semua Kabupaten dan memastikan sektor perbankan Pemerintah harus aktif mendukungnya.

Namun harus dilakukan beberapa langkah yang menurut Riza agar tingkat keberhasilan swasembada ini bisa tercapai.

Pertama, Pemerintah harus membangun jaringan irigasi, waduk, jalan produksi dan lain-lainya.

Kedua, pengusaha harus membangun Resi Gudang padi dengan kapasitas silo/penyimpanan GKG (Gabah Kering Giling) yang modern dengan kapasitas 500 ton x 6. Kemudian padi di GKG yang disimpan dalam resi gudang bisa jadi jaminan kredit di bank dengan bunga 4%.

Ketiga, harus bangun kilang padi kapasitas 4 ton per jam yang dekat dengan lokasi sawah petani.

Keempat, beras cetak kapasitas 2 ton per jam yang bisa membuat beras fortifikasi, beras Jepang, beras Basmati, dan lain-lain.

“Kemudian, bangun pengolahan kulit padi jadi biochar kapasitas 15 m3 per jam. Bangun gudang penyimpanan traktor olah sawah dan mesin tanam padi, mesin panen padi serta drone untuk pemupukan dan hama,” kata Riza. 

Kemudian, kata Riza, pengusaha akan bantu pengolahan sawah dengan menanam dan memupuk, menjaga hama, kemudian memanen dan mengirim padi basah atau GKP ke resi gudang untuk disimpan dalam bentuk padi kering atau GKG setiap musim.

“Pengusaha mengolah padi di kilang dengan kualitas beras premium untuk di kirim ke pasar. Pengusaha akan mengolah kulit padi jadi biochar untuk di pakai 10 ton per ha yang akan mengurangi pupuk sampai dengan 70 persen,” ungkap Riza. 

Riza menjelaskan, Biochar bisa menyerap CO2 untuk pendapatan tambahan petani dari carbon trade. Sedangkan pengusaha mempunyai peralatan traktor, mesin tanam padi, mesin panen padi dan drone untuk pemupukan dan hama.

Menurut Riza, Konsep ini akan meningkatkan produksi beras Indonesia. Diprediksi sampai dengan 50 juta ton. Dengan meningkatkan pendapatan petani akan menumbuhkan jumlah pengusaha menengah dan menyerap lapangan kerja.

Yang tak kalah hebatnya, Riza menyatakan bersedia membantu secara aktif menjalankan program pemerintah untuk menyediakan beras ini dengan siap dan bisa serta bersedia membuat financial analisys untuk mensupply peralatan untuk projek modernisasi industri beras dan pertanian sawah.

“Bursa Berjangka bisa memperdagangkan padi di lantai bursa komoditas. Pertanyaannya, mengapa kita harus buru-buru ke Kamboja dan bangun food estate yang ujung-ujungnya berpotensi bisa gagal? Kita adalah negara agraris dan luas lahannya, hanya kurang dikelola dengan benar dan serius saja, harusnya kita bisa jadi eksportir kenapa kita jadi negara importir,” pungkas Riza.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.