PEKANBARU, CERINEWS.ID – Hakim Mediator Gugatan Lingkungan Hidup Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) terkait limbah bahan berbahaya beracun (B3) tanah terkontaminasi minyak (TTM) Blok Rokan terhadap PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Menteri LHK dan Dinas LHK Riau di PN Pekanbaru, Kamis (18/11/2021), menyatakan mediasi telah selesai dan gagal mencapai perdamaian.
Hakim Mediator Zulfadly SH MH menyatakan jadwal sidang pokok perkara selanjutnya akan ditentukan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
Terkait hasil mediasi itu, LPPHI menyatakan menolak sikap Tergugat I (CPI), Tergugat II (SKK Migas), Tergugat III (KLHK) dan Tergugat IV (DLHK) yang pada acara mediasi tanggal 17 November 2021 menginginkan tidak dibentuknya tim pengawas pemulihan lingkungan hidup. Penolakan LPPHI itu berdasarkan beberapa alasan penting berikut.
Pertama, masih ada sedikitnya 297 lokasi tercemar limbah B3 TTM akibat operasi PT CPI resmi terdaftar di DLHK Provinsi Riau, namun masih banyak yang belum didata.
Kedua, PHR sejak 26 Juli 2021 telah menerima penugasan dari SKK Migas untuk memulihkan limbah B3 TTM warisan PT CPI, tetapi hingga hari ini belum membentuk departemen atau bagian khusus menangani limbah di organisasi PHR. Sehingga kami memandang PHR lebih fokus dan prioritas menjaga produksi minyak Blok Rokan daripada memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Ketiga, adanya kesimpangsiuran mengenai siapa sebenarnya yang melakukan audit lingkungan yang telah digunakan sebagai dasar HoA antara PT CPI dgn SKK Migas, sehingga PT CPI hanya dibebankan kewajiban USD 260 juta dan telah ditempatkan di escrow account SKK Migas, setelah itu PT CPI dibebaskan dari semua tanggungjawab pemulihan lingkungan hidup.
Kesimpangsiuran itu berdasarkan keterangan Kuasa Hukum KLHK Yudi pada acara mediasi tanggal 17 November 2021 di Hotel Priemer Pekanbaru, yang pada intinya Yudi mengatakan bahwa audit dilakukan atas perintah KLHK tetapi dilaksanakan oleh PT CPI dan KLHK tidak melakukan audit lingkungan. Jika benar keterangan ini adalah cilaka dua belas, bagaimana mungkin mengukur ketaatan penghasil limbah terhadap regulasi yang ada, dilakukan oleh dirinya sendiri?
Ironisnya, menurut data dari Rakernis tanggal 12 Agustus 2021, data lokasi limbah B3 TTM dari hasil audit hanya 234 lokasi, padahal masih banyak yang lolos dari kegiatan audit lingkungan tersebut.
Keempat, PN Pekanbaru telah memutuskan bahwa LPPHI memiliki legal standing menggugat CPI, SKK Migas, KLHK, dan Pemprov Riau karena kelalaian mereka, artinya LPPHI secara hukum telah mewakili lingkungan hidup yang sudah tercemar.
Kelima, hasil analisa sampel beberapa ikan di laboratorium yang sudah terakreditasi oleh KLHK, ditemukan kerusakan 29 organ ikan dari total organ 34 sampel ikan akibat limbah B3 TTM CPI, sehingga akan berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi ikan tersebut. Disarankan untuk masyarakat di wilayah kerja blok Rokan berhati hati dalam mengkonsumsi ikannya.
Oleh sebab LPPHI memiliki legal standing mewakilli lingkungan hidup, termasuk kawasan hutan dan sebagian dari lahan masyarakat yang terkena dampak limbah tersebut, maka LPPHI sangat berkepentingan untuk dibentuknya tim pengawas independen dari berbagai elemen untuk dapat memastikan para tergugat bisa bertanggungjawab memulihkan lingkungan hidup sesuai regulasi.
Usulan pembentukan itu berdasarkan tim panel yang pernah dibentuk pemerintah pada tahun 2007 ketika KLHK kalah atas putasan hakim dalam menggugat PT Newmont Minahasa.
Dugaan kami, para tergugat terkesan dengan sengaja mengangkangi semua regulasi terkait lingkungan hidup dan tidak beritikad baik untuk serius menyelesaikanya.
Keenam, selama ini, CPI, SKK Migas, KLHK dan DLHK Riau sudah diberikan seluruh kewenangan, kekuasaan dan bahkan anggaran oleh negara untuk menjaga lingkungan hidup terutama di Blok Rokan dari pencemaran, namun nyata-nayata, hingga berakhirnya kontrak PT CPI di Blok Rokan pada 8 Agustus 2021, limbah B3 TTM masih mencemari wilayah kerja Blok Rokan. Melihat kinerja Para Tergugat selama ini, menurut LPPHI sengkarut penanganan pencemaran itu akan terulang lagi di masa mendatang jika tanpa pengawasan independen.(rls)